Susahnya mengejar gelar
Saya boleh berbahagia karena pada hari Jum’at 13 Mei lalu saya sudah sidang skripsi, meskipun harus sidang lagi pada Rabu 18 Mei bersama 1 penguji karena tidak bisa datang pada hari Jumat. Saya senang sudah menyelesaikan sidang, meskipun tahu hasilnya kurang baik karena penguji saya yang terkenal kritis itu memberi revisi pada ‘semua’ hal dalam skripsi saya; iya, semua halaman mulai dari judul sampai bab kesimpulan dan saran. Namun yang lebih mengecewakan adalah komentar beliau yang mengatakan bahwa dalam bab 3 tidak ada ‘issue’ samasekali. Jadi apa yang sudah saya yakini sebagai topik yang bagus, apa yang teman saya apresiasi sebagai penulisan yang baik dan menarik, serta diksi yang menurut satu teman lain sangat variatif dan khas, ternyata tidak ada artinya samasekali bagi dosen penguji ini. Jadi saya merasa harus bekerja keras lagi untuk memperbaiki draft saya dari bab awal hingga akhir.
Skripsi yang ‘kurang baik’ ini tentunya tidak selesai begitu saja tanpa perjuangan. Saya berangkat ke Malang setelah beberapa waktu pasca kecelakaan. Sebenarnya saya kadang-kadang khawatir apabila kondisi hematoma di liver saya tidak kunjung sembuh atau menjadi lebih parah. Namun saya selalu berpikir positif tentang hal ini dan tidak mencoba melakukan aktivitas-aktivitas berat. “Im back!” saya berkata dalam hati. Jadi, mulai lagi rutinitas dan serangkaian hari-hari sibuk di kampus. Ada banyak kesulitan yang saya temui seperti susahnya mengatur jadwal bertemu dengan dosen, banyaknya koreksi yang diberikan, serta sulitnya untuk tetap bersemangat dan melakukan revisi demi revisi. Saya banyak bergerak berjalan dari gedung ke gedung, berulangkali mencetak skripsi, serta hanya duduk lama membiarkan waktu terbuang karena menunggu dosen. Saya bersyukur maam Maya, dosen pembimbing 1 saya berbaik hati membantu revisi saya dengan memperbolehkan konsultasi lewat e-mail, namun pada hari-hari akhir kesempatan sidang, beliau mendadak mengatakan bahwa akan away pada tanggal 10-15 Mei padahal terakhir sidang tanggal 14, dan saya baru mengumpulkan draft pada tanggal 4. Butuh hampir seminggu kemudian untuk mendapatkan jadwal dan setelah itupun urusannya tidak mudah. Saya harus mengatur jadwal sebelum bu Maya pergi ke Belanda, jadi antara tanggal 9-11 saya masih ada kesempatan. Namun rupanya pada tanggal 10 jadwal baru bisa keluar, karena sekretaris jurusan berulangkali tidak menepati janjinya. Angin segar datang karena bu Maya mengatakan beliau menyuruh saya untuk sidang bersama dengan 2 penguji lain, dan beliau akan sidang sendiri dengan saya ketika urusan di Belanda sudah selesai. Maka saya segera mendiskusikan jadwal dengan dosen 1 dan penguji. Butuh 1 hari untuk mencapai suatu kepastian karena respon yang sangat lama dalam komunikasi dengan WA. Jadi setelah pada sore sebelumnya saya mendiskusikan jadwal, keesokan paginya saya mendapat kepastian bahwa saya tidak bisa sidang sebelum tanggal 14. Setelah itu saya pasrah dan seperti orang stress berkata-kata tidak jelas, karena saya merasa sudah berusaha sampai pada batasnya, sudah mentok; sudah berulangkali wira-wiri dari Batu ke kampus dan berulangkali dikecewakan, berulangkali sia-sia menunggu di depan kantor sekjur, dan beberapa kali merasa pusing, nyeri abdomen, serta batuk yang tidak kunjung sembuh membuat hari-hari sibuk itu sangat berat. Dalam keadaan stress itu saya (istilah bahasa jawanya) mbatin, “Susahnya mengejar gelar. Mengapa sistemnya mengharuskan mahasiswanya yang repot? Mengapa tidak dibuat seperti sistem KRS saja? Bukankah lebih mudah apabila dibuatkan sistem yang bagus? Betapa susahnya menemui dosen dan mengatur jadwal! Saya sudah lelah, ingin segera pulang ke rumah. Oh Tuhan, jika Tuhan mau, bantulah saya saat ini, untuk sekali ini agar saya bisa segera sidang dan melanjutkan hidup!” Saya sudah pasrah. Setelah saya mbatin seperti itu, saya ke rumah kawan saya Oni yang sudah mendapat kepastian sidang hari Jum’at. Disitu, keajaiban terjadi. Dosen 1 yang mengatakan tidak bisa tiba-tiba membalas percakapan dan mengatakan bahwa beliau bisa setelah sidang kawan saya, Oni. Saya bahagia bukan main. Setelah kabar itu, berbagai macam keajaiban terjadi mengiringi perjuangan saya dan Oni mengurus berbagai urusan lain untuk sidang, seperti langit mendung dan petang pertanda hujan segera turun, seketika terbelah oleh cahaya matahari dan menjadi terang dalam waktu singkat. Setelah jam 17:00 barulah saya dan Oni bisa pulang ke rumah dan beristirahat sambil mempersiapkan presentasi untuk hari Jum’at. Praise the Lord!!!!
Kurang-lebih selama satu bulan sebelum hari sidang itu, hidup saya rasanya tidak tenang samasekali. Akhirnya sidang yang hanya ada di angan-angan itu terlaksana juga. Sekarang saya sudah tenang. Bagaimanapun, saya tidak boleh lengah karena masih panjang perjalanan menuju kelulusan karena banyaknya revisi dan rumitnya persyaratan yudisium.