Thursday, August 17, 2017

Have I Lost The Light


Sore ini saya membuka kumpulan musik yang seringkali saya dengarkan semasa kuliah dulu. Dulu, musik-musik itu terasa seperti background music kehidupan saya sehari-hari. Hati saya dipenuhi dengan gejolak dan impian besar tentang suatu kecemerlangan di masa depan; musik latar belakang yang mengiringi kegiatan sehari-hari yang saya anggap sebagai sebuah proses dan perjuangan menuju kecemerlangan itu. Dan seperti layaknya film, selalu ada musik yang tepat untuk setiap suasana.

Seperti ketika merasa sebagai underdog yang dipenuhi dengan impian-impian, lagu Viva la Vida dengan megah mengiringi suasana itu. Lalu, sebagai contoh lain ketika sedang merasa bebas dan kokoh seperti burung rajawali, lagu The Killers, Human menjadi latar yang tepat. Kemudian, seiring bertambahnya waktu, referensi musik latar belakang saya bertambah; saya banyak mendapatkannya dari film-film, dari teman-teman, dan dari penjelajahan di internet yang juga terkadang menambah musik-musik yang menurut saya bagus dan berkesan. Saya juga lebih mengenal musik klasik, yang rupanya sangat memikat hati dan saya jadikan musik latar, seperti Ode to Joy,  yang selalu terasa seperti bergema merdu megah dan syahdu tiapkali hati saya gembira dan dipenuhi dengan harapan serta impian.

Saya tidak begitu perhatian apa yang dikatakan orang sebagai musik berkualitas, karena berbagai genre dapat menjadi background di setiap scene perjalanan hidup saya. Bahkan, lagu campursaripun juga masuk dalam montase itu.


Dulu, jiwa saya penuh dengan gejolak dan impian, serta ambisi besar yang terasa seperti gumpalan cahaya di dalam dada, yang sorot-sorotnya mendesak keluar lewat celah-celah yang ada. Atau, terkadang kepala saya terasa seperti kembang api; ingin meledak dan menghasilkan dentuman keras serta rentetan pemandangan warna-warni di langit. Dan ketika hati mendengungkan suara kebebasan, jiwa saya melonjak dan tubuh terasa ringan, seolah-olah ingin membumbung tinggi di angkasa.


Waktu berlalu dan saya menyadari bahwa kini, cahaya itu tidak pernah saya sadari lagi kehadirannya. Apakah saya telah kehilangan impian ? Tidak juga, karena jauh di lubuk hati masih terdapat harapan untuk kecemerlangan hidup. Saya mengakui, kekhawatiran merubah beberapa hal dalam hidup saya. Saya bermimpi tentang kebebasan dan kecemerlangan, namun karena kekhawatiran akan masa depan, di sisi lain hati saya menginginkan pekerjaan tetap dan terjamin (sebagai PNS). Saya terlalu sibuk dengan pekerjaan dan mencurahkan sebagian besar waktu untuk menyelesaikan tugas-tugas dan tanggungjawab profesi. Energi positif dan gejolak serta gelora akan kebebasan itu seolah-olah terasa menciut dan redup, terutama setelah lulus dan mendapati kenyataan hidup; bagaimana sulitnya mencari pekerjaan dan (sekarang) susahnya mencari uang (bekerja). Saya juga mengakui bahwa saya tidak kunjung bangkit mengambil sebuah langkah baru yang mengarah kepada impian-impian akan kecemerlangan itu. Namun untuk sementara ini, saya pikir cara terbaik ialah “menanam” sesuatu, melakukan percobaan-percobaan kecil yang insyaallah dapat mengantarkan saya pada kebebasan dan kehidupan cemerlang yang dirindukan jiwa ini sejak lama.

Sunday, August 6, 2017

(Mungkin) Bisa Menjadi Seperti Udang Sentadu

Terkadang saya berpikir apakah saya ini tidak bersyukur sudah memiliki pekerjaan. Mengapa kok selalu mengeluh. Namun, saya concern karena memang keadaan ini merugikan orang-orang di sekitar saya, terutama rekan-rekan kerja, orang-orang baik yang menerima saya menjadi bagian hidup mereka. Mereka semua perempuan, dan saya sungguh merasa iba melihat rekan yang rumahnya jauh dan harus ngekost. Dengan pekerjaan yang demikian banyak, apakah sesuai dengan pengeluarannya sebagai anak kost? Perasaan iba yang lebih besar tertuju pada rekan senior yang sudah mengabdi sejak lama, sementara mereka dipindahtugaskan lagi di lapangan; sebuah cara halus korporat untuk menghemat biaya pengeluaran gaji karyawan, sebab, yang tidak mengikuti sistem baru akan dikeluarkan / harus resign dan perusahaan tak akan perlu untuk memberi pesangon. Terlebih dengan mengganti mereka dengan karyawan outsourcing, maka perusahaan tak perlu mengalokasikan dana untuk gaji pensiun karyawan. Sungguh sebuah langkah yang pintar bukan? 

Lalu sebagai karyawan outsourcing, untuk masalah kesejahteraan tak perlu dipertanyakan lagi. Masalah pekerjaanpun juga demikian. Orang-orang didaerah saya menyebutnya "diporsir" atau diperas, diminta bekerja secara maksimal, diberi pekerjaan dan tanggungjawab banyak sementara mereka tidak mau ambil pusing tentang bagaimana kami harus menyelesaikannya. Mereka orang besar.

Lalu , sebagai orang kecil apakah saya dan rekan-rekan harus tertindas terus? Mungkin tidak. Saya mengambil perumpaan udang sentadu. Binatang laut ini sangat kecil, tak lebih besar dari telapak tangan orang dewasa. Hidupnya di karang-karang atau di di dasar laut. Namun meskipun ukurannya kecil, ia tidak bisa diganggu ataupun ditindas binatang lain, bahkan yang ukurannya jauh lebih besar. Udang sentadu memiliki semacam "tinju" yang keras, yang ia gunakan untuk mencari makan dan mengusir binatang lain yang hendak memangsanya. Gurita besarpun mundur apabila terkena pukulannya. Jadi meskipun kecil, namun oleh karena Sang Pencipta menganugerahinya "tinju" itu, udang sentadu tidak dapat ditindas maupun diganggu. 


Kami mungkin bisa seperti udang sentadu itu. Hidup memang seperti ekosistem bawah laut. Makhluk-makhluk besar dan kecil berada di satu tempat, sehingga yang kecil cenderung terancam. Kehidupan mungkin dapat diumpakan demikian. Orang besar dan kecil hidup berdampingan dan yang kecil cenderung ditindas dan dimanfaatkan. Namun, mungkin orang-orang kecil dapat menyikapi kehidupan dengan menjadi seperti udang sentadu. Biota kecil nan tangguh ini dianugerahi "Tuhan" dengan "tinju" hebat yang dapat mengejutkan lawan dan penindasnya. Menurut saya, kita manusia, makhluk yang paling Tuhan cintai, dianugerahi sesuatu yang lebih hebat daripada tinju udang sentadu, yaitu "akal". Saya dan rekan-rekan saya mungkin dapat menjadi seperti udang sentadu. Kami dapat menyikapi keadaan ini dengan "mengakalinya" dengan segala cara yang dapat dipikirkan. 


Perubahan Sistem Kerja

Pada minggu ini, peraturan di tempat kerja berubah. Karyawan masuk mulai jam 10, lebih siang daripada biasanya. Namun, dengan perubahan ini maka gaji lemburpun tidak ada, meskipun pulang larut malam. Atau, jika ada , gaji lembur akan sangat sedikit dan itupun mungkin hanya terjadi di akhir bulan, dimana selalu terdapat pekerjaan lebih dari biasanya. Hal ini tidak masalah bagi saya pada awalnya, karena mengetahui jam kerja yang lebih siang, maka saya dapat melakukan banyak hal lain di rumah. Namun, kenyataannya berbeda. Biasanya dengan masuk pagi, kami dapat menangani berkas-berkas di hari kemarin dan mengecek dokumen-dokumen untuk transaksi di waktu mendatang. Setelah sistem baru ini diterapkan, kami tak ada lagi waktu untuk hal itu, padahal jika tidak menyelesaikannya, kami sendiri yang akan “keteteran” dan salah, terutama sebab karena itu ialah kewajiban kami. Untuk mengatasi hal ini, saya terpaksa membawa pekerjaan ke rumah untuk melakukan koreksi dan menata dokumen-dokumen transaksi. Hal serupa nampaknya juga dilakukan oleh rekan kerja saya, karena memang sudah tidak ada waktu lagi di kantor untuk melakukannya.

Ini menjadi satu hal besar yang seringkali memenuhi pikiran saya. Jam kerja dikurangi, namun pekerjaan tetap dan bahkan bertambah banyak. Tidak mendapat lemburan namun tetap bekerja meskipun sudah di rumah. Mengatasi hal ini, saya mencoba untuk berpikir positif dengan membaca cerita pekerja-pekerja di ibukota yang mengalami hal serupa, atau mendengar cerita teman, sanak-saudara dan tetangga tentang kesulitan mereka di tempat kerja. Hal ini cukup membantu, karena membuat saya merasa tidak sendirian. Namun, tetap saja, ada semacam perasaan tertindas oleh korporat dan sistem yang dibuatnya. Ditambah, sehari-hari saya memiliki angan-angan untuk berwirausaha dan menjalani hidup yang bebas (tidak ikut orang/ perusahaan) serta simpel. Atau, menjadi seorang pegawai negeri sipil. Dua hal diatas menurut saya ialah solusi atas kegelisahan selama ini. (Dulu padahal saya memiliki mimpi menjadi orang besar dan terkenal, namun rupanya yang saya idamkan kini ialah kemapanan sebagai PNS atau wirausahawan yang sukses. Sungguh ironis memang; hahaha). Nah maka dari itulah saya merasa  “diakali” oleh korporat. Saya tahu satu hal yang menjadi tujuan para korporat ialah hasil maksimal (kerja bagus dari karyawan dan profit besar) dengan pengeluaran minimal (pengeluaran untuk gaji karyawan sedikit). Sungguh pintar mereka itu. Dengan sistem baru ini maka mereka tak pelu membayar meskipun karyawan pulang larut, namun tetap mendapatkan hasil maksimal karena karyawan tetap (terpaksa) bekerja di luar jam kerja kantor (mengerjakan di rumah). Merekapun tak ambil pusing soal masa depan karyawan. Mereka orang besar. Nah, bagaimana dengan saya? Saya pusing dan lemas tiapkali melihat tumpukan-tumpukan berkas itu. Namun saya berusaha maksimal hingga memohon dalam doa supaya Tuhan membantu saya dalam menyelesaikan tanggungjawab-tanggungjawab itu. Demikianlah hari demi hari saya berusaha sampai “mentok”, hingga mata kedutan karena saking lelahnya dan kepala pusing bukan kepalang.

Pencerahan

Akhir pekan ini, terutama hari ini, sebuah pencerahan datang. Dalam lamunan saya berkata dalam hati;

Ohya, kenapa sih saya mau berpikir pusing-pusing dan diakali terus. Bukankah selain kewajiban saya juga punya hak?” Mengapakah saya takut akan peraturan dan penghakiman manusia? Bukankah seharusnya saya hanya takut akan penghakiman dari Tuhan?”

Sungguh, hai kawan, ketika cobaan terasa berat, bersandar pada Tuhan atau memunculkan perasaan tunduk dan takut akan Tuhan ialah jawaban dan satu-satunya jalan terbaik.

Mengapakah saya berusaha hingga menguras seluruh tenaga saya untuk sesuatu yang bersifat duniawi? Bukankah saya seharusnya mengejar hal-hal surgawi dan berusaha untuk hidup berkenan bagi Allah?Tuhan telah menunjukkan bahwa Ia memelihara saya dan keluarga saya, jadi seharusnya saya tak perlu khawatir akan apapun yang terjadi kedepannya.

Kata-kata diatas sungguh menghibur dan melegakan. Namun, meskipun berasal dari dalam hati saya sendiri (bukan nasehat orang), tidak mudah untuk melakukan seperti yang hati saya katakan tersebut. Seringkali ketika kesulitan datang , hati saya mudah gentar dan pikiran kacau dengan mudahnya. Jadi untuk saat ini, saya akan bekerja seperti biasanya, namun saya akan kembali memperhatikan diri saya sendiri dan mengerjakan sebisa saya sesuai dengan waktu yang diberikan oleh perusahaan di kantor.






Saturday, July 15, 2017

Kehidupan Yang Simpel Atau Sederhana

Ini juga hal yang sangat saya inginkan, yang sangat amat saya butuhkan. Saya ingin hidup yang tidak muluk-muluk. Saya ingin tetap bisa mencari nafkah namun dekat dengan handai taulan dan memiliki kebebasan.

Waktu untuk berkumpul dengan orang-orang tercinta,
kawan-kawan terdekat,
dan waktu untuk diri sendiri untuk melakukan kegiatan yang disukai


Sungguh kehidupan yang indah!

HP IDAMAN

Hal yang saya inginkan biasanya ialah yang sangat saya butuhkan. Saat ini saya sangat membutuhkan smartphone baru dengan spesifikasi yang memadai. Jam kerja yang padat dan seringnya memakai koneksi internet dan telepon membuat saya kewalahan karena gadget yang saya pakai masihlah Galaxy Ace 3, ponsel lawas yang spesifikasinya sangat tidak memadai itu. Baterai yang boros berserta RAM kecil seringkali merepotkan saya dalam pekerjaan dan aktivitas lainnya. Maka, beberapa waktu kedepan ini saya akan menabung dan tidak makan 2 bulan untuk membeli sebuah smartphone yang tidak terlalu mahal namun spesifikasinya mendukung. Hehe

Pilihan saya pertama jatuh pada Xiaomi Note 4x yang berharga di kisaran 2 ribuan namun memiliki spesifikasi 'dewa' yakni dengan layar lebar 1080p full HD, RAM 2-4 GB, baterai 4000 mAh, kamera 13 MP & 5 MP, serta konektivitas 4G , ROM besar serta prosesor Snapdragon yang tangguh. Pada rentang harga tersebut, smartphone ini ialah yang terbaik spesifikasinya. Saya berencana membelinya pada akhir bulan ini. Namun, setelah berjumpa seorang teknisi yang melakukan perbaikan di tempat kerja, saya berubah pikiran. Ia menyarankan untuk menaikkan budget sedikit untuk membeli ASUS Zenfone 3 Max, yang tangguh dengan spesifikasi lebih dari sama dengan Xiaomi Note 4x. Kekurangan dari Xiaomi terletak pada kamera. Zenfone 3 Max unggul jauh dalam kamera karena dilengkapi mode manual yang memungkinkan pengguna untuk memotret layaknya menggunakan kamera DSLR. 

Hmm, by the way saya tidak sadar melakukan review smartphone. Maafkeun!

Jadi intinya saat ini saya akan lebih semangat lagi bekerja demi gadget idaman ini. Ohya, ponsel yang rencananya saya beli pada akhir bulan Agustus ini nanti juga akan menjadi saksi dan bukti bahwa saya bisa survive dengan pekerjaan ini. 

Perjuangan sedang berlangsung! Semangat!! Tidak makan 2 bulan tak masalah karena saya makan terang bulan bukan 2 bulan.




Oposeh
Garing?
Hehe maafkan. Saya terlalu bersemangat.

Akhir Pekan Maksimal

Untuk akhir pekan ini, saya telah berencana melakukan beberapa hal yang sudah saya list. Syukurlah selama satu hari yang panjang ini saya dapat memenuhinya, sekaligus memanfaatkan waktu luang secara maksimal.
Hal pertama ialah menanam biji cabai, lavender dan lidah buaya. Setelah membersihkan rumah, saya mandi lalu hendak berkebun menanam biji cabai di polybag. Namun setelah mendapat kabar tentang bibi yang opname, saya membatalkannya. Maka saya dan ibu pergi ke kota Blitar menjenguk bibi di RS. Setelah kurang lebih satu jam disana, kami pergi ke toko bunga untuk membeli bibit lavender dan lidah buaya. Kami mendapatkannya. Saya membeli dua tanaman lavender dan satu lidah buaya. Selanjutnya kami mampir ke sebuah kios untuk membeli madu hutan. Setelah itu perjalanan berlanjut ke toko perkakas bengkel untuk membeli pompa, yang ternyata tidak ada sehingga kami langsung pulang dan sampai di rumah pada jam 11-an. Saya menghentikan motor sebentar dam mampir di kios kecil untuk membeli es krim Aicee. 
Karena sudah siang sampai rumah dan lelah, ditambah udara dan sinar matahari yang sudah terik, maka saya tidak jadi menanam bibit cabai. Lavender dan lidah buaya sudah tertanam di polybag dan hanya perlu pindah media tanam. Rencananya, besok pagi saya akan menanam bibit cabainya.


Aktivitas saya selanjutnya tidaklah banyak. Saya tidur nyenyak selama beberapa jam lalu bangun pukul setengah empat dan mulai berolahraga. Pada awalnya hanya ingin mengambil uang di ATM, namun akhirnya saya pakai untuk olahraga sekaligus dengan naik sepeda. Bersepeda di sore hari tidak begitu menyenangkan karena banyak pengguna jalan. Sebenarnya waktu yang tepat adalah siang hari, di kala terik-teriknya matahari dan jam-jam kerja sehingga sedikit orang berlalu-lalang di jalan.
Bagaimanapun, bisa bersepeda ialah suatu hal yang sangat pantas disyukuri, terutama karena dalam lima hari saya tidak melihat hari (dunia luar, dan langit biru) [tak tahu petang atau hari, hujan atau terikpun tidak tahu]. Bersepedapun juga mengajarkan saya untuk sabar. Alon-alon sing penting kelakon (pelan-pelan yang penting terlaksana). Selain itu, karena biasanya naik kendaraan bermotor dan bebas mengatur kecepatan yang diinginkan, bersepeda terasa seperti mengajarkan supaya saya harus sabar karena akan lebih lama mencapai tempat tujuan, dan juga supaya menyesuaikan ekspektasi dan kapasitas. Bersepeda berbeda dengan mengendarai motor. Saya harus menyesuaikan ekspektasi kecepatan dengan kapasitas fisik saya yang terbatas. Mungkin dalam kehidupan juga harus begitu, hehe. 


Saya mampir di seminari, sekolah almamater saya, dan berlari memutari lapangan sebanyak tiga kali lalu beristirahat karena sangat lelah dan ngos-ngosan. Setelah itu saya pulang, melewati jalan kecil di tengah-tengah area persawahan. 



Sungguh hari yang indah! Saya merasa lega hari ini karena dapat memanfaatkan akhir pekan dengan maksimal. Syukur kepada Allah!!!!!!!

Minggu Yang Berat dan Kesaksian

Awal minggu adalah pukulan hebat bagi karir saya. Bos saya memberi peringatan karena ada banyak sekali ketidak lengkapan dokumen yang sudah saya periksa. Ia juga mengungkapkan kekecewaannya atas kinerja saya yang sembrono. Saya sendiri mengakui ketidaktelitian itu karena fokus pada belajar melakukan input data dan mengesampingkan tanggungjawab sebagai verifikator dokumen.


Sebagai pertanggungjawaban, saya diberi waktu dua minggu (minimal sebelum akhir minggu depan) untuk meminta MMS (bagian orang lapangan) melengkapi dokumen-dokumen yang kurang. Masalahnya adalah bahwa dokumen yang kurang lengkap itu ialah transaksi bulan Juni yang lalu. Sulit mendapatkan respon dan bantuan dari MMS untuk melengkapi kekurangan dokumen-dokumen tersebut karena mereka sendiri sudah sibuk dan sedikit waktu untuk mencari arsip transaksi bulan lalu.

Pikiran saya amburadul tak karuan karena hal ini. Pekerjaan sehari-hari sudah cukup memusingkan, ditambah beban ini. Muncul di pikiran saya untuk pasrah dan meminta bos memecat saya, supaya saya bisa kembali menjadi freelancer atau memenuhi panggilan suatu instansi.  “Jika saya keluar dan menyetujui perjanjian dengan instansi itu, saya tidak akan pulang petang setiap hari seperti ini.” Pekerjaan saat ini memang seringkali membebani pikiran terutama karena jam kerja 12 jam (dari jam 8 pagi sampai jam 8 malam normalnya {akhir bulan bisa sampai jam 10 malam}). Jika menjadi karyawan di instansi itu, saya akan dapat pulang jam 4 setiap hari rata-ratanya, dengan hari kerja sampai hari Sabtu. Akan tetapi, saya pikir ini bukan hal yang tepat dilakukan.

Memang dua hari di awal minggu ini menguras semangat dan tenaga; setiap hari ketika berangkat saya tidak bersemangat. Melihat orang-orang plat merah membuat iri hati (jam kerja dan kesejahteraan). Lalu ketika melihat orang-orang yang berwirausaha saya mbatin betapa mereka bebas dan tidak terikat seperti diri saya saat ini.

Melihat tumpukan berkas yang tidak lengkap itu benar-benar memusingkan. Sungguh ini menjadi momok. Saya lesu setiap hari dan lemas setiap berangkat ke kantor. Pikiran untuk resign terus mendorong saya. Namun, tiap kali saya mengeluh, ibu memberi nasehat untuk bertahan dulu sebisa mungkin. Saya yang sudah tidak punya semangat akhirnya menempuh suatu jalan terakhir.

Saya bersujud kepada Allah, mengakui ketidakmampuan dan keterbatasan diri untuk menanggung beban itu. Saya memohon ampun untuk dosa-dosa hina yang saya lakukan di minggu-minggu sebelumnya. Saya memohon belaskasih Allah karena telah berbuat keji dan jahat karena telah menghujat-Nya dengan pikiran-pikiran dan perbuatan yang hina-dina. Saya memohon kekuatan pada Dia yang empunya kuasa terbesar di alam semesta ini. Saya bersujud dan menyembah-Nya. Pagi-pagi sebelum berangkat dan di malam hari setelah pulang saya bersujud.

Saya juga mendengarkan sabda-Nya, terutama tentang bagaimana Allah menjanjikan kebahagiaan dan kehidupan bagi hamba-hamba-Nya yang takwa. “Allah memberkati Abraham, Ishak, Yakub, dan keturunannya. Allah menjanjikan mereka rencana besar-Nya pada diri mereka. Maka aku akan memohon ampun pada-Nya. Aku juga akan memohon supaya Ia membantuku dalam kesulitan, karena kuasa-Nya tak terbatas, kuasa-Nya yang terbesar di semesta ini. 

Lalu saya juga mendapatkan beberapa kutipan dan permenungan orang-orang akan Sabda Allah:


“Manusia tidak bisa menyenangkan Allah dan yang bukan Allah yaitu iblis dan para pengikutnya di saat yang bersamaan.”(In Ezechielem Homiliae, 9).

“Dengan sungguh-sungguh Yakub berjuang dalam pergulatan hidupnya bersama dengan Allah. Sesudah pengalamannya yang mendalam, pandangan Yakub tentang Allah berubah. Dia pun mendapatkan berkat melimpah.”

“Pandangan Tuhan tertuju kepada mereka yang takwa, kepada mereka yang berharap akan kasih setia-Nya. Ia hendak melepaskan jiwa mereka dari maut, dan memelihara hidup mereka pada masa kelaparan.

“Demi keselamatan hidup kalianlah, Allah menyuruh aku mendahului kalian ke Mesir.” (Kata-kata Yusuf kepada saudara-saudaranya yang dulu berbuat jahat padanya)

“Sebelum menjadi pembesar di Mesir, Yusuf mengalami banyak penderitaan akibat kejahatan saudara-saudaranya. Namun di dalam semuanya itu Yusuf melihat rencana besar Allah untuk memelihara kehidupan keluarganya.

“Kita bisa mengeluh karena semak-semak mawar memiliki duri/ bersukacita karena semak duri memiliki mawar.”


Kutipan-kutipan ini ialah berasal dari buku renungan dalam beberapa hari. Setelah saya kembali kepada Allah dan membaca sabda-Nya setiap hari, kutipan-kutipan ini terus melekat dalam kepala, dan menyatu dalam sebuah rangkaian yang beriring-iringan bersuara dalam hati.

Pertama, saya sadar bahwa selama ini setengah-setengah dalam ketaatan. Saya tidak total dalam mengabdi Allah. Sebagai hamba seharusnya saya hanya menyenangkan Allah semata dan selalu mengingat-Nya setiap saat sehingga akan terhindar dari dosa. Kedua, dalam masa kesulitan seperti ini seharusnya saya seperti Yakub, yang berjuang bersama Allah dalam setiap pergumulan hidupnya. Ketaatan adalah yang utama, karena Ia akan memerhatikan mereka yang takwa dan memelihara mereka di kala “kelaparan”. Saya harus lebih takwa pada Allah supaya Dia memelihara saya di masa “kelaparan” atau dalam kesulitan ini, serta percaya bahwa Allah telah merencanakan sesuatu yang besar bagi saya, seperti Yusuf melihat bahwa segala kesulitan yang ia hadapi adalah rencana Allah untuk memelihara kehidupan keluarganya dan keturunannya. Yang terakhir, dalam kesulitan ini saya menyadari bahwa saya bisa memilih bersukacita karena ada harapan di masa kesusahan ini. Harapan untuk bisa meraih kesuksesan di masa depan sebagai wirausahawan, harapan untuk bisa membahagiakan keluarga, dan harapan untuk menjadi insan yang berguna bagi orang banyak.

Namun, diatas semua harapan itu, saya percaya bahwa Allah memelihara saya, saya tak perlu khawatir. Allah memelihara Abraham serta keturunannya. Dia juga akan memberkati hidup saya. Semut dan burung pipitpun Ia pelihara, apalagi manusia makhluk yang paling Ia cintai.

Saya tak perlu khawatir masa depan. Allah telah menyiapkan semuanya.

Bantuan

Dengan bersujud dan menyerukan nama Allah, hati saya lebih tenang. Pikiran sayapun lebih jernih. Saya perlahan bisa mencicil tanggungan-tanggungan itu. Allahpun telah membantu saya, lewat bu Ira, orang tertinggi di wilayah operasional daerah ini, yang mengimbau anak buah MMSnya untuk melengkapi beberapa dokumen. Saat ini, beberapa dokumen sudah saya terima. Masih ada banyak kelengkapan yang belum saya dapatkan, namun sekarang saya lebih tenang dan percaya karena telah menyaksikan bagaimana Allah membantu saya dalam kesulitan dan menghibur kala saya bersusah hati.

“Mulialah Allahku, Allah Yang besar, Allah yang kudus, Allah yang Kekal dan berkuasa untuk selama-lamanya!!!

“Orang tertindas berseru, didengarkan Tuhan dan diselamatkan Tuhan dari segala derita.”


���'