Friday, November 20, 2015

Satu Kawan yang Diusir

Orang punya masalahnya sendiri-sendiri. Kawan saya Rendi akhir-akhir ini harus mencari rumah kontrakan karena ia dan keluarganya diusir. Keluarga Rendi dikhianati oleh saudara-saudaranya. Dulu rumah yang ditempati itu adalah warisan yang diberikan untuk ibu kawan saya ini. Setelah berpuluh-puluh tahun menempati bangunan itu, baru di tahun ini keluarga Rendi diberitahu bahwa rumah itu akan dijual. Orang-orang dalam keluarga ibu Rendi ini sangat tidak berperikemanusiaan. Mereka sudah mempunyai rumah sendiri-sendiri dan kini, setelah sang pemberi warisan telah lama meninggal, mereka secara perlahan mengusir ibu Rendi dan seluruh keluarganya dari tempat itu. Sedangkan, setelah Rendi pergi rumah itu akan ditempati seseorang yang bahkan tidak mempunyai hubungan darah dengan ibu Rendi. 

Hari-hari ini kabarnya ayah Rendi yang bekerja di Kalimantan pulang ke Malang dan sekarang mereka sedang sibuk mencari kontrakan. Pagi ini saya menanyakan kabar, dan katanya sangat sulit sekali mencari kontrakan, karena harganya sangat mahal dan tidak sebanding dengan rupa rumah yang sangat minimalis dan kecil. Saya sungguh prihatin dengan keadaan teman saya ini, karena saya belum pernah diperlakukan sejahat itu oleh sanak dan saudara dari keluarga saya. Mudah-mudahan kawan saya ini bisa sabar dengan permasalahan yang besar ini dan semoga segera menemukan kontrakan yang dicari. 



Perubahan

Setiapkali melewati jalan-jalan dari Malang ke Blitar, saya selalu memperhatikan perubahan-perubahan yang terjadi. Biasanya perubahan itu menjengkelkan sekali. Bagaimana tidak, dulu kita bisa melihat di kanan dan kiri jalan pemandangan hamparan sawah hijau membentang sampai horison. Sekarang, lahan-lahan di pinggir jalan dijadikan bangunan ruko-ruko yang warna catnya sangat (istilahnya) irritating, atau jelek dan menjengkelkan (warna mencolok dikombinasi dengan warna lain yang tidak cocok). Tentu hal ini merusak pemandangan, khususnya bagi saya yang lebih menyukai hamparan sawah hijau atau pepohonan. Fenomena-fenomena ini terjadi di Pakisaji dan sekitar Kepanjen, Malang, dimana dulunya banyak sawah hijau dan lahan tebu, sekarang sudah penuh bangunan jelek dan mencemari pemandangan. Untungnya, di Blitar masih sedikit sekali hal-hal semacam ini. Namun yang saya khawatirkan, jalan yang menghubungkan rumah saya dan jalan utama (nasional), yang disamping kanan dan kiri masih sawah, akan berubah menjadi perumahan berisi rumah-rumah minimalis yang bagi saya sangat super jelek. Perubahan-perubahan semacam ini terkadang melintas di kepala dan bayangan-bayangan akan kemungkinan terburuk itu seringkali membuat saya susah. Kalau semua sawah jadi perumahan dan/atau ruko, maka tidak akan elok lagi pemandangan di tepi jalan.

Mall di Blitar?

Akhir pekan ini saya kembali ke Blitar dan mendapati kabar bahwa sekarang sudah ada restoran KFC dan beberapa tempat kuliner seperti di kota-kota besar. Kabarnya beberapa hari ini KFC penuh terus; kata bulek saya wajar saja karena itu adalah satu-satunya di Blitar.
Melihat hal ini, reaksi saya boleh dikatakan negatif, karena dari dulu saya mendukung program "ramah wong cilik" dari walikota-walikota sebelumnya. Nah sekarang dengan adanya KFC, bukan tidak mungkin lama-lama akan dibangun mall. Perubahan tidak bisa dihindari. 
Boleh dikatakan alasan saya terlalu subyektif dan kolot, karena memang bagi saya, dengan adanya mall, maka orang-orang akan mengeluarkan uang untuk satu atau sedikit orang saja (pemilik modal). Namun, jika tidak ada mall, orang-orang akan membeli barang-barang di tempat biasanya, dan mengeluarkan uangnya untuk banyak orang (pedagang di pasar, pemilik toko-toko, pengrajin tekstil, dll).  Sejauh ini, pengadaan mall masih berupa wacana saja. Harapannya semoga kota Blitar ini tetap jadi kota yang ramah pada 'wong cililk'.

Orang-orang Pergi

Pagi ini saya menghadiri pemakaman salah satu umat sepuh di lingkungan jemaat di kecamatan. Beliau adalah pak Suwadi, dulu pernah menjadi kepala sekolah SD saya. Meninggalnya pak Suwadi ini mengikuti beberapa kepergian para orang tua di lingkungan ini, termasuk nenek saya yang mendahului beliau beberapa bulan yang lalu.
Selama dua hari, semenjak siang kemarin saat bapak Suwadi pergi, para tetangganya guyub rukun membantu segala persiapan. Meskipun pak Suwadi berbeda agama, orang orang desa ini membantu semua hal hingga pemakaman tadi. Kata perwakilan desa, pak Suwadi orang yang ramah dan membaur serta tidak sombong meskipun status sosialnya tinggi. Maka orang -orangpun dengan ikhlas membantu dan meluangkan waktu mereka.
Kepergian pak Suwadi ini, bagi saya sendiri seperti suatu hentakan. Saya menyadari semakin saya bertambah usia, semakin sepuh pula para bapak-bapak dan ibu-ibu. Yang tidak bisa dielak, orang-orang yang biasanya menjadi yang didepan dan diikuti, harus pergi lebih dahulu, menyisakan yang masih belum tua. Yang biasanya hanya mengikuti sekarang harus bisa berjalan sendiri di depan dan menjadi yang diikuti. Ya, demikianlah hal hidup berjemaat bagi saya.

Monday, November 16, 2015

Kembali Panas

Setelah beberapa hari hujan deras, akhir-akhir ini Malang kembali panas. Kalau sudah panas, kos saya mungkin adalah salah satu bangunan di kota ini yang terkena dampak terbesarnya. Udara disini sangat panas dan bergerak sedikit saja dapat berkeringat. Selain itu, kamar mandi yang biasanya (di tempat-tempat lain) menjadi satu-satunya ruang yang sejuk, disini sama saja. Kamar mandi kos ini sangat pengap dan airnya tidak segar samasekali. Dalam kondisi seperti ini, saya sebenarnya tidak betah berlama-lama di kos, meskipun disini tersedia wifi gratis berkecepatan tinggi. Saya sedang skripsi dan dengan udara yang sedemikian panas, konsentrasi terganggu, padahal di awal (pagi hari) sudah ada niat besar namun ketika sudah agak siang, udara panas dan duduk saja dapat berkeringat, seperti hari ini. Tadi pagi saya berniat melanjutkan bab 3 namun karena udaranya semakin tidak membuat nyaman dan merusak konsentrasi berpikir, akhirnya saya membenahi blog ini. Mungkin minggu ini saya akan pulang lebih awal agar bisa melanjutkan skripsi dengan nyaman. Mudah-mudahan hujan yang biasanya rutin di sore hari kembali lagi; karena di kondisi ini sebenarnya kita (khususnya para pendatang) harus kasihan pada orang-orang asli Malang yang dulu dapat menikmati udara sejuk kota Malang tetapi sekarang tidak, karena harus berbagi ruang dengan para pendatang yang semakin banyak dan meningkatnya jumlah kendaraan bermotor yang semakin memenuhi jalanan setiap hari. Dengan adanya hujan, jalanan biasanya akan menjadi sepi, kendaraan-kendaraan bermotor menyingkir, udara menjadi sejuk dan orang-orang Malang dapat menikmati suasana Malang seperti seharusnya (sejuk dan longgar).