Sore ini saya membuka kumpulan musik yang seringkali saya dengarkan
semasa kuliah dulu. Dulu, musik-musik itu terasa seperti background music kehidupan
saya sehari-hari. Hati saya dipenuhi dengan gejolak dan impian besar tentang
suatu kecemerlangan di masa depan; musik latar belakang yang mengiringi
kegiatan sehari-hari yang saya anggap sebagai sebuah proses dan perjuangan
menuju kecemerlangan itu. Dan seperti layaknya film, selalu ada musik yang
tepat untuk setiap suasana.
Seperti ketika merasa sebagai underdog yang dipenuhi dengan
impian-impian, lagu Viva la Vida dengan megah mengiringi suasana itu.
Lalu, sebagai contoh lain ketika sedang merasa bebas dan kokoh seperti burung rajawali,
lagu The Killers, Human menjadi latar yang tepat. Kemudian, seiring
bertambahnya waktu, referensi musik latar belakang saya bertambah; saya banyak mendapatkannya
dari film-film, dari teman-teman, dan dari penjelajahan di internet yang juga terkadang
menambah musik-musik yang menurut saya bagus dan berkesan. Saya juga lebih
mengenal musik klasik, yang rupanya sangat memikat hati dan saya jadikan musik
latar, seperti Ode to Joy, yang
selalu terasa seperti bergema merdu megah dan syahdu tiapkali hati saya gembira
dan dipenuhi dengan harapan serta impian.
Saya tidak begitu perhatian apa yang dikatakan orang sebagai musik berkualitas,
karena berbagai genre dapat menjadi background di setiap scene perjalanan
hidup saya. Bahkan, lagu campursaripun juga masuk dalam montase itu.
Dulu, jiwa saya penuh dengan gejolak dan impian, serta ambisi besar yang
terasa seperti gumpalan cahaya di dalam dada, yang sorot-sorotnya mendesak keluar
lewat celah-celah yang ada. Atau, terkadang kepala saya terasa seperti kembang
api; ingin meledak dan menghasilkan dentuman keras serta rentetan pemandangan warna-warni
di langit. Dan ketika hati mendengungkan suara kebebasan, jiwa saya melonjak
dan tubuh terasa ringan, seolah-olah ingin membumbung tinggi di angkasa.
Waktu berlalu dan saya menyadari bahwa kini, cahaya itu tidak pernah
saya sadari lagi kehadirannya. Apakah saya telah kehilangan impian ? Tidak
juga, karena jauh di lubuk hati masih terdapat harapan untuk kecemerlangan
hidup. Saya mengakui, kekhawatiran merubah beberapa hal dalam hidup saya. Saya
bermimpi tentang kebebasan dan kecemerlangan, namun karena kekhawatiran akan
masa depan, di sisi lain hati saya menginginkan pekerjaan tetap dan terjamin
(sebagai PNS). Saya terlalu sibuk dengan pekerjaan dan mencurahkan sebagian
besar waktu untuk menyelesaikan tugas-tugas dan tanggungjawab profesi. Energi
positif dan gejolak serta gelora akan kebebasan itu seolah-olah terasa menciut
dan redup, terutama setelah lulus dan mendapati kenyataan hidup; bagaimana
sulitnya mencari pekerjaan dan (sekarang) susahnya mencari uang (bekerja). Saya
juga mengakui bahwa saya tidak kunjung bangkit mengambil sebuah langkah baru
yang mengarah kepada impian-impian akan kecemerlangan itu. Namun untuk
sementara ini, saya pikir cara terbaik ialah “menanam” sesuatu, melakukan
percobaan-percobaan kecil yang insyaallah dapat mengantarkan saya pada
kebebasan dan kehidupan cemerlang yang dirindukan jiwa ini sejak lama.
No comments:
Post a Comment