Terkadang saya berpikir apakah saya ini tidak bersyukur sudah memiliki pekerjaan. Mengapa kok selalu mengeluh. Namun, saya concern karena memang keadaan ini merugikan orang-orang di sekitar saya, terutama rekan-rekan kerja, orang-orang baik yang menerima saya menjadi bagian hidup mereka. Mereka semua perempuan, dan saya sungguh merasa iba melihat rekan yang rumahnya jauh dan harus ngekost. Dengan pekerjaan yang demikian banyak, apakah sesuai dengan pengeluarannya sebagai anak kost? Perasaan iba yang lebih besar tertuju pada rekan senior yang sudah mengabdi sejak lama, sementara mereka dipindahtugaskan lagi di lapangan; sebuah cara halus korporat untuk menghemat biaya pengeluaran gaji karyawan, sebab, yang tidak mengikuti sistem baru akan dikeluarkan / harus resign dan perusahaan tak akan perlu untuk memberi pesangon. Terlebih dengan mengganti mereka dengan karyawan outsourcing, maka perusahaan tak perlu mengalokasikan dana untuk gaji pensiun karyawan. Sungguh sebuah langkah yang pintar bukan?
Lalu sebagai karyawan outsourcing, untuk masalah kesejahteraan tak perlu dipertanyakan lagi. Masalah pekerjaanpun juga demikian. Orang-orang didaerah saya menyebutnya "diporsir" atau diperas, diminta bekerja secara maksimal, diberi pekerjaan dan tanggungjawab banyak sementara mereka tidak mau ambil pusing tentang bagaimana kami harus menyelesaikannya. Mereka orang besar.
Lalu , sebagai orang kecil apakah saya dan rekan-rekan harus tertindas terus? Mungkin tidak. Saya mengambil perumpaan udang sentadu. Binatang laut ini sangat kecil, tak lebih besar dari telapak tangan orang dewasa. Hidupnya di karang-karang atau di di dasar laut. Namun meskipun ukurannya kecil, ia tidak bisa diganggu ataupun ditindas binatang lain, bahkan yang ukurannya jauh lebih besar. Udang sentadu memiliki semacam "tinju" yang keras, yang ia gunakan untuk mencari makan dan mengusir binatang lain yang hendak memangsanya. Gurita besarpun mundur apabila terkena pukulannya. Jadi meskipun kecil, namun oleh karena Sang Pencipta menganugerahinya "tinju" itu, udang sentadu tidak dapat ditindas maupun diganggu.
Kami mungkin bisa seperti udang sentadu itu. Hidup memang seperti ekosistem bawah laut. Makhluk-makhluk besar dan kecil berada di satu tempat, sehingga yang kecil cenderung terancam. Kehidupan mungkin dapat diumpakan demikian. Orang besar dan kecil hidup berdampingan dan yang kecil cenderung ditindas dan dimanfaatkan. Namun, mungkin orang-orang kecil dapat menyikapi kehidupan dengan menjadi seperti udang sentadu. Biota kecil nan tangguh ini dianugerahi "Tuhan" dengan "tinju" hebat yang dapat mengejutkan lawan dan penindasnya. Menurut saya, kita manusia, makhluk yang paling Tuhan cintai, dianugerahi sesuatu yang lebih hebat daripada tinju udang sentadu, yaitu "akal". Saya dan rekan-rekan saya mungkin dapat menjadi seperti udang sentadu. Kami dapat menyikapi keadaan ini dengan "mengakalinya" dengan segala cara yang dapat dipikirkan.
No comments:
Post a Comment