Pada minggu ini, peraturan di tempat kerja berubah. Karyawan masuk mulai
jam 10, lebih siang daripada biasanya. Namun, dengan perubahan ini maka gaji
lemburpun tidak ada, meskipun pulang larut malam. Atau, jika ada , gaji lembur
akan sangat sedikit dan itupun mungkin hanya terjadi di akhir bulan, dimana
selalu terdapat pekerjaan lebih dari biasanya. Hal ini tidak masalah bagi saya
pada awalnya, karena mengetahui jam kerja yang lebih siang, maka saya dapat
melakukan banyak hal lain di rumah. Namun, kenyataannya berbeda. Biasanya
dengan masuk pagi, kami dapat menangani berkas-berkas di hari kemarin dan
mengecek dokumen-dokumen untuk transaksi di waktu mendatang. Setelah sistem
baru ini diterapkan, kami tak ada lagi waktu untuk hal itu, padahal jika tidak
menyelesaikannya, kami sendiri yang akan “keteteran” dan salah, terutama sebab
karena itu ialah kewajiban kami. Untuk mengatasi hal ini, saya terpaksa membawa
pekerjaan ke rumah untuk melakukan koreksi dan menata dokumen-dokumen
transaksi. Hal serupa nampaknya juga dilakukan oleh rekan kerja saya, karena
memang sudah tidak ada waktu lagi di kantor untuk melakukannya.
Ini menjadi satu hal besar yang seringkali memenuhi pikiran saya. Jam
kerja dikurangi, namun pekerjaan tetap dan bahkan bertambah banyak. Tidak
mendapat lemburan namun tetap bekerja meskipun sudah di rumah. Mengatasi hal
ini, saya mencoba untuk berpikir positif dengan membaca cerita pekerja-pekerja
di ibukota yang mengalami hal serupa, atau mendengar cerita teman,
sanak-saudara dan tetangga tentang kesulitan mereka di tempat kerja. Hal ini
cukup membantu, karena membuat saya merasa tidak sendirian. Namun, tetap saja,
ada semacam perasaan tertindas oleh korporat dan sistem yang dibuatnya.
Ditambah, sehari-hari saya memiliki angan-angan untuk berwirausaha dan
menjalani hidup yang bebas (tidak ikut orang/ perusahaan) serta simpel. Atau,
menjadi seorang pegawai negeri sipil. Dua hal diatas menurut saya ialah solusi
atas kegelisahan selama ini. (Dulu padahal saya memiliki mimpi menjadi orang
besar dan terkenal, namun rupanya yang saya idamkan kini ialah kemapanan
sebagai PNS atau wirausahawan yang sukses. Sungguh ironis memang; hahaha). Nah
maka dari itulah saya merasa “diakali”
oleh korporat. Saya tahu satu hal yang menjadi tujuan para korporat ialah hasil
maksimal (kerja bagus dari karyawan dan profit besar) dengan pengeluaran
minimal (pengeluaran untuk gaji karyawan sedikit). Sungguh pintar mereka itu. Dengan sistem baru ini maka mereka tak pelu membayar meskipun karyawan pulang larut, namun tetap mendapatkan hasil maksimal karena karyawan tetap (terpaksa) bekerja di luar jam kerja kantor (mengerjakan di rumah). Merekapun tak ambil pusing
soal masa depan karyawan. Mereka orang besar. Nah, bagaimana dengan saya? Saya
pusing dan lemas tiapkali melihat tumpukan-tumpukan berkas itu. Namun saya
berusaha maksimal hingga memohon dalam doa supaya Tuhan membantu saya dalam
menyelesaikan tanggungjawab-tanggungjawab itu. Demikianlah hari demi hari saya
berusaha sampai “mentok”, hingga mata kedutan karena saking lelahnya dan
kepala pusing bukan kepalang.
Pencerahan
Akhir pekan ini, terutama hari ini, sebuah pencerahan datang. Dalam lamunan
saya berkata dalam hati;
“Ohya, kenapa sih saya mau berpikir pusing-pusing dan diakali terus.
Bukankah selain kewajiban saya juga punya hak?” Mengapakah saya takut akan
peraturan dan penghakiman manusia? Bukankah seharusnya saya hanya takut akan
penghakiman dari Tuhan?”
Sungguh, hai kawan, ketika cobaan terasa berat, bersandar pada Tuhan atau
memunculkan perasaan tunduk dan takut akan Tuhan ialah jawaban dan satu-satunya
jalan terbaik.
“Mengapakah saya berusaha hingga menguras seluruh tenaga saya untuk
sesuatu yang bersifat duniawi? Bukankah saya seharusnya mengejar hal-hal
surgawi dan berusaha untuk hidup berkenan bagi Allah?Tuhan telah menunjukkan
bahwa Ia memelihara saya dan keluarga saya, jadi seharusnya saya tak perlu
khawatir akan apapun yang terjadi kedepannya. ”
Kata-kata diatas sungguh menghibur dan melegakan. Namun, meskipun
berasal dari dalam hati saya sendiri (bukan nasehat orang), tidak mudah untuk melakukan
seperti yang hati saya katakan tersebut. Seringkali ketika kesulitan datang ,
hati saya mudah gentar dan pikiran kacau dengan mudahnya. Jadi untuk saat ini,
saya akan bekerja seperti biasanya, namun saya akan kembali memperhatikan diri
saya sendiri dan mengerjakan sebisa saya sesuai dengan waktu yang diberikan
oleh perusahaan di kantor.
No comments:
Post a Comment