Dua hari terakhir ini keluarga pak kos sibuk pindahan. Sedih rasanya harus berpisah dengan keluarga ini, karena saya di akhir-akhir bulan ini justru sangat akrab dengan mereka semua, terutama ibu kos yang sering bercerita banyak hal yang dialami keluarganya kepada saya. Kata ibu kos, beliau tidak pernah menceritakan hal itu kepada penghuni kos lain, jadi saya merasa terhormat untuk mendengar setiap cerita beliau. Dengan pak kos sendiri, saya juga semakin akrab karena semakin sering saling mengolok (bercanda) setiap bertemu. Suasana kos tidak pernah sepi selama keluarga ini di rumah. Maka, menyadari mereka akan pergi, rasanya keadaan menjadi tidak enak dan tidak aman seperti biasanya, terutama sesudah mengetahui watak calon pemilik yang baru.
Saya mungkin beruntung, karena setelah ini jika berhasil saya akan wisuda bulan April. Beberapa penghuni kos lain yang masih mahasiswa baru akan sangat kerepotan di minggu-minggu ini. Saya mungkin tidak perlu kos lagi dan fokus pada skripsi dan mencari pekerjaan.
Mengapa saya harus menempati kos hanya sementara dan akhirnya selalu pindah-pindah? Pertanyaan ini seringkali mengusik saya. Saya sudah di kos ini selama lebih dari 8 bulan dan sangat nyaman dengan semua fasilitas dan orang-orang disini. Saya sudah sangat nyaman bisa download file berpuluh-puluh gigabyte dan youtube-an setiap hari. Mungkin semua ini adalah bagian dari rencana Tuhan pada saya, supaya jangan terlalu lama di zona nyaman dan fokus pada kewajiban. Mungkin memang demikian; saya perlu move on dan lebih mandiri lagi.
Namun, untuk sementara ini saya akan download film-film dan beberapa hal lainnya sebanyak mungkin selama wifi gratis belum ikut pindah juga, hehe.
Saturday, March 19, 2016
Kebesaran Tuhan yang Ajaib
Sekitar seminggu yang lalu keluarga saya mengadakan selamatan untuk almarhumah nenek saya. Saya berangkat dari Malang hari Sabtu membonceng ibu naik sepeda motor karena ibu saya ini sering mabuk kalau naik bus dan kendaraan roda empat lainnya. Seperti biasa, perjalanan 2 jam ini melelahkan apalagi sebelum keluar dari area kota Malang yang selalu macet. Jalanan baru terasa sepi setelah sampai di Kepanjen, namun saya tetap pelan-pelan. Di jalan raya-jalan raya yang semakin ramai seperti sekarang ini, memang sebaiknya pelan-pelan kalau berkendara atau mengemudi dan yang penting: hati-hati. Saya baru benar-benar menyadarinya kala itu ketika sampai di Wlingi, ada truk gandeng yang berhenti di tengah jalan yang sempit. Pada saat itu jalanan terlihat sepi dan saya mencoba mendahului truk itu, tetapi ternyata dari arah berlawanan ada kendaraan lain sehingga saya harus menepi kearah badan truk. Truk besar yang sebelumnya diam itu tiba-tiba kembali berjalan dan saya bingung karena memiliki ruang gerak yang sempit. Kaca spion motor terserempet badan truk namun tidak apa-apa. Ibu saya panik. Terdengar suara sesuatu yang terlindas di aspal. Setelah truk itu berjalan, tak ada kendaraan lain dari arah berlawanan dan saya melanjutkan perjalanan dan mendahului truk itu. Ibu saya masih panik namun saya yang lebih khawatir akan ibu. Namun ibu saya tidak apa-apa dan saya terus berkendara sambil mengingat-ingat kejadian itu. Beberapa saat saya langsung ingat bahwa kaki kiri saya terlindas ban truk itu. Namun ada sesuatu yang janggal. Pada saat kejadian, saya merasa benar-benar terlindas namun tidak merasa sakit dan bahkan saya sibuk menjaga keseimbangan. Saya tidak langsung menceritakan kepada ibu hal ini.
Mungkin secara normal dan sewajarnya, kaki saya pasti sudah remuk atau kalau saya beruntung, hanya patah tulang. Namun rupanya saya jauh lebih beruntung karena kaki saya tidak apa-apa dan meskipun ban truk itu memberi bekas lindasannya di sepatu yang tipis itu, saya baik-baik saja.
Ini adalah pelajaran berharga pada hari itu, sekaligus pengalaman luar biasa akan kebesaran Tuhan yang ajaib.
Wednesday, March 2, 2016
Ode An Die Freude
Akhir-akhir ini, khususnya di akhir tahun 2015 lalu hingga sekarang, saya tidak mendengarkan musik-musik yang biasa melekat menjadi playlist setiap minggunya. Daftar putar saya selama ini kebanyakan hanyalah musik-musik klasik dan gregorian, disamping sesekali mendengarkan musik-musik populer. Bukannya sok elegan, namun hal ini dikarenakan musik-musik itu sangat nyaman untuk suasana ngantuk. Bukan hanya itu saja, musik klasik cocok untuk suasana hati selama beberapa bulan terakhir ini. Teman-teman saya biasa menyebutnya "kosong," atau kalau saya mengartikannya, suatu kondisi tidak produktif dimana yang ada di pikiran hanyalah rutinitas harian, bermain game, dan tidur. Bulan-bulan ini saya benar benar 0! Maka saya sering mendengarkan lagu-lagu klasik itu karena serbaguna; di satu sisi dapat menenangkan hati dan dapat membuat tertidur nyenyak, dan di sisi lain dapat memberi suatu perasaan hidup dan senang. Satu lagu yang paling sering saya dengarkan adalah Symphony No. 9 atau Ode An Die Freude karya Beethoven. Lagu ini sangat saya sukai; saya selalu membayangkan saya menjadi dirigen atau conductor memimpin orkestra dan paduan suara, setiapkali mendengarkan musik yang panjangnya lebih dari 17 menit ini.
Karena keadaan kosong ini, saya juga mulai mencoba belajar bahasa Jerman. Beberapa pengajaran dasar bahasa Latin yang saya terima sewaktu SMA rupanya sangat membantu. Saya hanya perlu menghafal beberapa elemen dasar dan menambah kosakata bahasa Jerman yang sekiranya umum dan sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Oke kawan, demikianlah! if u're "0", keep being cool! Semoga hari-harimu tidak 0 ya! Mugo-mugo umak kadit kosong! Hehe
Wisuda Teman-teman
Sabtu, 28 Februari yang lalu adalah hari wisuda teman-teman sejurusan saya yang sudah berhasil menyelesaikan sidang skripsi mereka di akhir semester lalu. Pada hari itu saya menemui mereka seusai wisuda meskipun tidak semuanya karena saya terlambat. Siang itu saya melihat keceriaan dan kemeriahan di wajah para wisudawan-wisudawati berserta keluarga dan teman-teman mereka. Suasana itu membuat saya turut bergembira. Saya dengan beberapa teman waktu itu hanya bisa berfoto bersama teman wisudawati kami Octa, karena yang lain sudah pulang lebih dulu. Seusai kemeriahan wisuda dan keramaian yang menyenangkan, gedung wisuda dan sekitarnya tiba-tiba kembali seperti semula, sepi.
Nampaknya hujan menjadi penutup hari meriah di gedung itu dan semua orang kembali ke kediaman masing-masing. Saya dan beberapa teman masih ngobrol-ngobrol sambil menunggu hujan reda. Setelah beberapa puluh menit, akhirnya kami semua pulang sementara teman kami, Satrio masih harus kuliah. Saya kembali ke kos bersama Rendi yang menitipkan sepeda motornya. Setelah meninggalkan kampus, ada sesuatu yang mengganjal pikiran. Saya pikir itu hanyalah perubahan suasana hati saja karena beberapa menit sebelumnya berada di suatu kemeriahan lalu tiba-tiba kembali ke kediaman yang sepi. Namun bisa jadi perasaan tidak enak itu adalah suatu ketidakrelaan untuk berpisah dengan teman-teman. Saya sendiri kadang merasa ragu dan gentar menghadapi hari-hari yang akan datang setelah kelulusan. Apapun yang mengganjal pikiran pada waktu itu, satu hal yang pasti adalah perpisahan dan hidup yang baru. Saat ini yang saya harapkan adalah hal baru menyenangkan yang menyibukkan saya sehingga hidup terasa penuh dengan. petualangan. Demikianlah, kawan. Jika engkau memiliki harapan yang sama, semoga segera menemukannya
Semoga setelah lulus, Octa berhasil dan tetap langgeng dengan Bagas! |
Subscribe to:
Posts (Atom)