Thursday, December 24, 2015

Catatan di Telepon Pagi Ini

Pardon me for sharing this in this beautiful day.

I am so sorry Jesus, pardon me sorry people. I am in the middle of an unpleasant circumstance, a predicament in this christmast.

I do not know what's the matter with my family. Mom and sister are in Malang and they have been arguing each other so much. Mom is sick but sister do not want to help mom finishing her job. This morning I told sister not to argue with mom but she did not listen to me and even disrespected me.

She's been like that, I do not know since when she became that stubborn. She never listens to mom and now, she disrespects me and it makes me wonder whether she loves mom or not.

Today is supposed to be a beautiful day, especially because of this morning. I celebrated the christmast mass with a little celebration with the people in souteasthern region of the parish. But soon as I came home from the mass, sister texted me and showing her anger to me. Tomorrow, I would like to pick mom from Malang so she will celebrate the christmast with me here.

Now I do not know what I am supposed to do. I think I'll just go to sleep. I think I've had enough of this kind of circumstance. After this, I will do my best so that my family can gather in every christmast and do not fight because of silly reasons.

Wednesday, December 23, 2015

Romo Kusdi, Selamat Jalan!

Pagi ini saya mendapat kabar duka. Romo Eustacius Kusdianto, Pr, yang adalah pastor pembimbing gereja di Blitar ini meninggal pada pukul 00.25 tadi malam. Beliau akan dimakamkan di Surabaya, di seminari tinggi Providentia Dei, Laguna Surabaya.

Romo Kusdi merupakan sosok yang sangat familiar bagi saya karena dulu di SMA beliau menjadi animator spiritualis, atau pembimbing kerohanian siswa. Ketika saya mengenal beliau, menurut kabar dari orang-orang, Romo Kusdi saat itu sudah dalam keadaan yang berbeda pasca kecelakaan yang menimpa beliau. Namun, kepandaiannya tetap kentara diantara para formator (pembimbing) lainnya. Pandai dalam bahasa Latin, filsafat, teologi dan musik, romo Kusdi adalah pastor yang amat rendah hati dan merupakan salah satu formator favorit karena sabar dan tidak suka menegur. Di kampus saya juga menemukan sosok yang amat menyerupai romo Kusdi, yaitu Professor Muhammad Adnan Latief, yang statusnya tak perlu dipertanyakan lagi, namun sangat rendah hati dan mencintai mahasiswa-mahasiswinya (pernah suatu hari pak Adnan membatalkan tiket pesawatnya demi bisa hadir di kelas dan mengajar saya dan teman-teman). Sosok seperti romo Kusdi dan pak Adnan ini sangatlah menginspirasi dan memberi kebahagiaan bagi banyak orang.

Kepergian romo Kusdi bisa dikatakan terlalu mendadak. Beliau terkena pengerasan hati atau sirosis; penyakit yang hampir serupa dengan yang dialami nenek saya. Namun berdasarkan catatan medis, penyakit semacam ini memang tidak menimbulkan gejala di fase-fase awal dan di akhir, ketika kondisi sudah mendekati kritis, maka keadaan sudah tidak baik bagi penderitanya.

Untuk romo Kusdi yang saya hormati, semoga romo segera berjumpa Tuhan di surga. Di hari-hari Natal ini romo pergi; semoga para malaikat menyambut romo dengan sukacita dan damai sejahtera! Amin.

Selamat tinggal, romo! Ad Deus, Pater!!

Natal Ini

Tidak adanya nenek di rumah membuat saya berpikir natal kali ini tidak akan begitu menggembirakan. Apalagi, bibi saya yang biasanya mempersiapkan natal dari awal, di minggu-minggu ini malah belum ada kabar dan belum pulang dari tempat kerjanya, ibu saya disibukkan dengan urusannya di Malang, dan keluarga budhe saya tidak bisa pulang di hari natal karena sibuk di Batu. Saya tidak begitu antusias menyambut natal ini, dan sempat berpikir saya akan menjalaninya seolah hanyalah hari biasa. Namun, rupanya yang terpenting adalah bagaimana saya harus tetap menyambut Kristus, yang di hari-hari natal ini datang ke dunia dan membawa sukacita pada semesta, dan harus bersyukur karena meskipun saya tidak bisa berkumpul dengan keluarga, ada banyak orang di luar sana yang sudah lama tidak merayakan natal bersama keluarga. Karena hal ini, saya akan lebih antusias lagi di hari-hari  mendatang. Saya akan merayakan natal bersama umat lingkungan Petrus Kanisius (lingkungan jemaat setempat), karena berbagi sukacita dan rasa syukur bersama orang lain sama halnya merayakan natal bersama keluarga.

Hari-hari Spesial

Dua minggu ini beberapa teman saya sudah dan akan sidang skripsi mereka. Sidang adalah ujian yang seringkali membuat hati gentar, meskipun itu hanyalah sebuah presentasi. Yang menarik dari sidang skripsi pada dua minggu ini adalah kehadiran para "supporter" yang bergerombol ramai-ramai demi mendukung satu teman yang sidang. Saya belum hadir sebagai suporter untuk teman-teman yang sidang, namun melihat di foto-foto yang diupload oleh para supporter di sosial media. Dukungan para teman ini sangat lucu karena mereka membawa berbagai benda dan hadiah (bouquet, balon, bunga di dalam pot, dan lain-lain) untuk menyemangati si presentator di sidang.

Melihat betapa akrabnya teman-teman saya dan bagaimana mereka saling mendukung satu sama lain membuat saya bersyukur menjadi bagian dari kelas saya. Teman-teman yang riang, baik, dan supportive memang adalah hal yang sangat penting bagi kehidupan seseorang. Saya beberapa kali jadi bahan curhat teman-teman satu alumni (SD,SMP & SMA); mereka seringkali bercerita keegoisan teman-teman mereka, teman satu kelas yang pelit dan selalu tidak mau kalah dalam persaingan, atau teman-teman yang tidak pernah bisa diajak hang out bersama. Hal-hal menyedihkan itu tidak terjadi pada saya; sebaliknya, meskipun teman-teman sekelas saya agak sulit kalau diajak berdiskusi liburan bersama, mereka semua baik dan sangat supportive pada teman. Hanya menjadi bagian dari mereka saja saya merasa senang.

Sunday, December 13, 2015

Mr. Kukuh and Miss Maya

adalah kedua dosen pembimbing saya pada skripsi ini. Ada perbedaan mencolok diantara keduanya; pak Kukuh adalah pembimbing yang mudah ditemui setiap satu minggu sekali dan tidak memberi evaluasi yang rumit, sedangkan bu Maya adalah dosen yang sangat sibuk dan sulit ditemui, namun sangat jeli dalam mengoreksi skripsi. Dengan pak Kukuh, yang adalah pembimbing akademik sekaligus dosen jurusan literature, skripsi saya lancar dan tidak menemui kendala berarti karena bagi beliau, yang terpenting adalah kejelasan dari topik, ketersediaan teori, dan pembahasan yang fokus. Jadi, detil-detil kecil seperti grammar, spelling, dan hal-hal teknis lainnya tidak begitu dipermasalahkan. Bu Maya yang dari jurusan linguistics, di lain sisi, sangat kritis pada detil-detil kecil tersebut dan memberi banyak koreksi jika ada kesalahan format penulisan yang tidak berdasarkan buku pedoman penulisan karya ilmiah (PPKI). 

Dua dosen pembimbing ini, menurut saya, adalah kombinasi yang sangat bagus atau bisa dikatakan sempurna. Satu pembimbing ber-basic literature dan yang lain di linguistik. Jadi, proses konsultasi akan terbagi menjadi 2: tentang topik bahasan dan tentang tata bahasa dalam penulisan. Dengan ini, saya sejauh ini tidak mengalami hambatan seperti yang dialami teman-teman lain yang mendapat dua pembimbing dari jurusan literature. Mereka kesulitan karena dua dosen pembimbing memberi koreksi pada hal yang sama: topik masalah. Hal ini jauh berbeda dengan keadaan saya, dimana bu Maya tidak memberi koreksi pada topik, dan sebaliknya pak Kukuh tidak memberi koreksi pada teknik penulisan dan tatabahasa yang digunakan. Jadi sebenarnya saya bisa lulus semester ini namun ternyata saya tidak bisa memanfaatkan keadaan yang menguntungkan ini. Penyebab utamanya, menurut saya adalah karena dulu sudah pernah ganti topik, ketika waktu pengerjaan skripsi sudah berlangsung selama 1,5 bulan. Bagaimanapun, tidak masalah bagi saya lulus semeter depan, toh juga masih normal, dan bukan saya saja yang mengalami hal yang sama (kesulitan bertemu dosen dan lamanya waktu koreksi), banyak teman-teman saya yang bahkan lebih kesulitan daripada ini.

Thursday, December 3, 2015

Perpanjangan Skripsi?

Pagi ini saya dan beberapa teman mengurus laporan magang dan meminta tandatangan ketua jurusan sebelum menyerahkannya ke fakultas. Proses menjilid sepuluh laporan (total dari kami semua) sangat lama sehingga membuat suntuk sendiri kami yang harus menunggu satu setengah jam. Setelah selesai kami berjumpa beberapa teman lain yang kebetulan juga bertujuan sama. Ketika sedang mencari bapak ketua jurusan, satu teman kami bernama Dinda sedang duduk di kursi di dekat ruang dosen. Ia hendak konsultasi pada pagi ini namun dosen pembimbing hanya membaca pesannya. Dosen pembimbing Dinda ini juga merupakan dosen pembimbing saya; dan tadi saya melihat wajah Dinda susah dan suntuk. Mungkin bisa dikatakan Dinda ini mewakili saya dan teman-teman lain yang sedang menjalani skripsi di semester ini. Halangan terbesar adalah bertemu dengan dosen pembimbing yang super sibuk. Progress skripsi menjadi lambat karena proses evaluasi yang rumit dan seringkali terabaikan oleh dosen pembimbing. Jika hendak lulus semester ini, saya menjadi bagian dari segelintir teman kami yang lulus 3,5 tahun. Namun, apabila waktu yang sudah tinggal sedikit ini tidak mencukupi, saya akan lulus bersama teman-teman lain dengan waktu normal, yaitu 4 tahun kuliah. Untuk sekarang ini saya masih belum bisa memastikan; saya hanya fokus ke bab 3.

Friday, November 20, 2015

Satu Kawan yang Diusir

Orang punya masalahnya sendiri-sendiri. Kawan saya Rendi akhir-akhir ini harus mencari rumah kontrakan karena ia dan keluarganya diusir. Keluarga Rendi dikhianati oleh saudara-saudaranya. Dulu rumah yang ditempati itu adalah warisan yang diberikan untuk ibu kawan saya ini. Setelah berpuluh-puluh tahun menempati bangunan itu, baru di tahun ini keluarga Rendi diberitahu bahwa rumah itu akan dijual. Orang-orang dalam keluarga ibu Rendi ini sangat tidak berperikemanusiaan. Mereka sudah mempunyai rumah sendiri-sendiri dan kini, setelah sang pemberi warisan telah lama meninggal, mereka secara perlahan mengusir ibu Rendi dan seluruh keluarganya dari tempat itu. Sedangkan, setelah Rendi pergi rumah itu akan ditempati seseorang yang bahkan tidak mempunyai hubungan darah dengan ibu Rendi. 

Hari-hari ini kabarnya ayah Rendi yang bekerja di Kalimantan pulang ke Malang dan sekarang mereka sedang sibuk mencari kontrakan. Pagi ini saya menanyakan kabar, dan katanya sangat sulit sekali mencari kontrakan, karena harganya sangat mahal dan tidak sebanding dengan rupa rumah yang sangat minimalis dan kecil. Saya sungguh prihatin dengan keadaan teman saya ini, karena saya belum pernah diperlakukan sejahat itu oleh sanak dan saudara dari keluarga saya. Mudah-mudahan kawan saya ini bisa sabar dengan permasalahan yang besar ini dan semoga segera menemukan kontrakan yang dicari. 



Perubahan

Setiapkali melewati jalan-jalan dari Malang ke Blitar, saya selalu memperhatikan perubahan-perubahan yang terjadi. Biasanya perubahan itu menjengkelkan sekali. Bagaimana tidak, dulu kita bisa melihat di kanan dan kiri jalan pemandangan hamparan sawah hijau membentang sampai horison. Sekarang, lahan-lahan di pinggir jalan dijadikan bangunan ruko-ruko yang warna catnya sangat (istilahnya) irritating, atau jelek dan menjengkelkan (warna mencolok dikombinasi dengan warna lain yang tidak cocok). Tentu hal ini merusak pemandangan, khususnya bagi saya yang lebih menyukai hamparan sawah hijau atau pepohonan. Fenomena-fenomena ini terjadi di Pakisaji dan sekitar Kepanjen, Malang, dimana dulunya banyak sawah hijau dan lahan tebu, sekarang sudah penuh bangunan jelek dan mencemari pemandangan. Untungnya, di Blitar masih sedikit sekali hal-hal semacam ini. Namun yang saya khawatirkan, jalan yang menghubungkan rumah saya dan jalan utama (nasional), yang disamping kanan dan kiri masih sawah, akan berubah menjadi perumahan berisi rumah-rumah minimalis yang bagi saya sangat super jelek. Perubahan-perubahan semacam ini terkadang melintas di kepala dan bayangan-bayangan akan kemungkinan terburuk itu seringkali membuat saya susah. Kalau semua sawah jadi perumahan dan/atau ruko, maka tidak akan elok lagi pemandangan di tepi jalan.

Mall di Blitar?

Akhir pekan ini saya kembali ke Blitar dan mendapati kabar bahwa sekarang sudah ada restoran KFC dan beberapa tempat kuliner seperti di kota-kota besar. Kabarnya beberapa hari ini KFC penuh terus; kata bulek saya wajar saja karena itu adalah satu-satunya di Blitar.
Melihat hal ini, reaksi saya boleh dikatakan negatif, karena dari dulu saya mendukung program "ramah wong cilik" dari walikota-walikota sebelumnya. Nah sekarang dengan adanya KFC, bukan tidak mungkin lama-lama akan dibangun mall. Perubahan tidak bisa dihindari. 
Boleh dikatakan alasan saya terlalu subyektif dan kolot, karena memang bagi saya, dengan adanya mall, maka orang-orang akan mengeluarkan uang untuk satu atau sedikit orang saja (pemilik modal). Namun, jika tidak ada mall, orang-orang akan membeli barang-barang di tempat biasanya, dan mengeluarkan uangnya untuk banyak orang (pedagang di pasar, pemilik toko-toko, pengrajin tekstil, dll).  Sejauh ini, pengadaan mall masih berupa wacana saja. Harapannya semoga kota Blitar ini tetap jadi kota yang ramah pada 'wong cililk'.

Orang-orang Pergi

Pagi ini saya menghadiri pemakaman salah satu umat sepuh di lingkungan jemaat di kecamatan. Beliau adalah pak Suwadi, dulu pernah menjadi kepala sekolah SD saya. Meninggalnya pak Suwadi ini mengikuti beberapa kepergian para orang tua di lingkungan ini, termasuk nenek saya yang mendahului beliau beberapa bulan yang lalu.
Selama dua hari, semenjak siang kemarin saat bapak Suwadi pergi, para tetangganya guyub rukun membantu segala persiapan. Meskipun pak Suwadi berbeda agama, orang orang desa ini membantu semua hal hingga pemakaman tadi. Kata perwakilan desa, pak Suwadi orang yang ramah dan membaur serta tidak sombong meskipun status sosialnya tinggi. Maka orang -orangpun dengan ikhlas membantu dan meluangkan waktu mereka.
Kepergian pak Suwadi ini, bagi saya sendiri seperti suatu hentakan. Saya menyadari semakin saya bertambah usia, semakin sepuh pula para bapak-bapak dan ibu-ibu. Yang tidak bisa dielak, orang-orang yang biasanya menjadi yang didepan dan diikuti, harus pergi lebih dahulu, menyisakan yang masih belum tua. Yang biasanya hanya mengikuti sekarang harus bisa berjalan sendiri di depan dan menjadi yang diikuti. Ya, demikianlah hal hidup berjemaat bagi saya.

Monday, November 16, 2015

Kembali Panas

Setelah beberapa hari hujan deras, akhir-akhir ini Malang kembali panas. Kalau sudah panas, kos saya mungkin adalah salah satu bangunan di kota ini yang terkena dampak terbesarnya. Udara disini sangat panas dan bergerak sedikit saja dapat berkeringat. Selain itu, kamar mandi yang biasanya (di tempat-tempat lain) menjadi satu-satunya ruang yang sejuk, disini sama saja. Kamar mandi kos ini sangat pengap dan airnya tidak segar samasekali. Dalam kondisi seperti ini, saya sebenarnya tidak betah berlama-lama di kos, meskipun disini tersedia wifi gratis berkecepatan tinggi. Saya sedang skripsi dan dengan udara yang sedemikian panas, konsentrasi terganggu, padahal di awal (pagi hari) sudah ada niat besar namun ketika sudah agak siang, udara panas dan duduk saja dapat berkeringat, seperti hari ini. Tadi pagi saya berniat melanjutkan bab 3 namun karena udaranya semakin tidak membuat nyaman dan merusak konsentrasi berpikir, akhirnya saya membenahi blog ini. Mungkin minggu ini saya akan pulang lebih awal agar bisa melanjutkan skripsi dengan nyaman. Mudah-mudahan hujan yang biasanya rutin di sore hari kembali lagi; karena di kondisi ini sebenarnya kita (khususnya para pendatang) harus kasihan pada orang-orang asli Malang yang dulu dapat menikmati udara sejuk kota Malang tetapi sekarang tidak, karena harus berbagi ruang dengan para pendatang yang semakin banyak dan meningkatnya jumlah kendaraan bermotor yang semakin memenuhi jalanan setiap hari. Dengan adanya hujan, jalanan biasanya akan menjadi sepi, kendaraan-kendaraan bermotor menyingkir, udara menjadi sejuk dan orang-orang Malang dapat menikmati suasana Malang seperti seharusnya (sejuk dan longgar).