Ketika kekhawatiran bertemu dengan rasa putus semangat ataupun patah
hati, pikiran menjadi tidak menentu. Bingung, hilang arah dan rasanya seperti
ingin mentransformasikan diri menjadi bom seperti tokoh fiksi bernama Deidara,
lalu meledak dan mengakhiri semuanya.
Pagi ini saya mengetahui bahwa rupanya Jashinta sudah menentukan pilihannya, Shandy, yang merupakan teman SMA saya dulu. Hubungan mereka
sepertinya sudah lama karena dahulu saya pernah melihat status Shinta yang
berkaitan dengan Shandy ini dan disertai dengan dengan emoticon memeluk. Ditambah, instagram dari Shandy sendiri menyatakan demikian.
Hmm. Bagaimana ya? Memang kalau ada satu hal yang tidak dapat saya isi,
orang lain dengan segera dapat menempatinya. Shandy mengisi banyak hal yang
tidak dapat saya beri kepada Jashinta, seperti: canda tawa, bakat musik,
kehadiran, dan mungkin kepercayaan diri. Namun mungkin memang dengan Shandy-lah
Jashinta merasa cocok, bagaimanapun kondisinya. Ditambah keraguan saya sendiri
untuk melakukan pendekatan lebih mendalam pada Jashinta. Saya merasa terpuruk
akhir-akhir ini, seperti pada tahun sebelumnya. Keluarga saya sedang krisis
uang dan saya kesulitan mendapatkan pekerjaan. Jadi, yang selalu ada di dalam
pikiran ialah bahwa setelah semuanya tertata dan selesai, saya akan merasa siap
untuk memilih dia. Namun sungguh benar-benar salah pola pikir yang semacam
ini. Mungkin sebaiknya segera secepat mungkin saya mendekati Jashinta,
mengenalnya lebih dalam dan memperkenalkan diri lebih banyak, lalu
mengungkapkan semua hal di dalam benak saya tentangnya dengan jujur, dan terakhir, melihat bagaimana hasilnya.
Payah. Loser. I never had somebody, so I need to learn how to love.
Ya sudahlah, memang si loser ini tak kunjung beranjak dari zona
nyamannya. Dia pantas mendapatkannya.
Jadi karena putus semangat seperti itu, saya kewalahan menghadapi
tanggungjawab-tanggungjawab hari ini. Rasanya ingin meledak seperti Deidara.
Hahaha inilagi. Yash-udahlah saya akan mencoba melupakannya. Tuhan pasti
menolong dalam keadaan seperti ini.