Sunday, February 26, 2017

Jashinta, Yasudahlah

Ketika kekhawatiran bertemu dengan rasa putus semangat ataupun patah hati, pikiran menjadi tidak menentu. Bingung, hilang arah dan rasanya seperti ingin mentransformasikan diri menjadi bom seperti tokoh fiksi bernama Deidara, lalu meledak dan mengakhiri semuanya.

Pagi ini saya mengetahui bahwa rupanya Jashinta sudah menentukan pilihannya, Shandy, yang merupakan teman SMA saya dulu. Hubungan mereka sepertinya sudah lama karena dahulu saya pernah melihat status Shinta yang berkaitan dengan Shandy ini dan disertai dengan dengan emoticon memeluk. Ditambah, instagram dari Shandy sendiri menyatakan demikian.

Hmm. Bagaimana ya? Memang kalau ada satu hal yang tidak dapat saya isi, orang lain dengan segera dapat menempatinya. Shandy mengisi banyak hal yang tidak dapat saya beri kepada Jashinta, seperti: canda tawa, bakat musik, kehadiran, dan mungkin kepercayaan diri. Namun mungkin memang dengan Shandy-lah Jashinta merasa cocok, bagaimanapun kondisinya. Ditambah keraguan saya sendiri untuk melakukan pendekatan lebih mendalam pada Jashinta. Saya merasa terpuruk akhir-akhir ini, seperti pada tahun sebelumnya. Keluarga saya sedang krisis uang dan saya kesulitan mendapatkan pekerjaan. Jadi, yang selalu ada di dalam pikiran ialah bahwa setelah semuanya tertata dan selesai, saya akan merasa siap untuk memilih dia. Namun sungguh benar-benar salah pola pikir yang semacam ini. Mungkin sebaiknya segera secepat mungkin saya mendekati Jashinta, mengenalnya lebih dalam dan memperkenalkan diri lebih banyak, lalu mengungkapkan semua hal di dalam benak saya tentangnya dengan jujur, dan terakhir, melihat bagaimana hasilnya.

Payah. Loser. I never had somebody, so I need to learn how to love.

Ya sudahlah, memang si loser ini tak kunjung beranjak dari zona nyamannya. Dia pantas mendapatkannya.

Jadi karena putus semangat seperti itu, saya kewalahan menghadapi tanggungjawab-tanggungjawab hari ini. Rasanya ingin meledak seperti Deidara. Hahaha inilagi. Yash-udahlah saya akan mencoba melupakannya. Tuhan pasti menolong dalam keadaan seperti ini.




Monday, February 13, 2017

Bingung Lagi

Hari kemarin saya bingung. Biasanya kalau seisi rumah sudah pergi ke sekolah saya juga keluar, ketika masih di infomedia saya berangkat training dan ketika sebagai pengangguran rumah teman adalah tujuannya. Rendi sedang mengantar pacar ke kampus jadi saya bingung hendak singgah dimana. Hendak ke rumah Oni namun tiba-tiba saya terpikir untuk mengunjungi pak Salome di Jedong yang sudah lama sekali tidak saya kunjungi. Akhirnya sayapun berangkat mengendarai motor ke Malang lalu kearah Jedong lewat Mulyorejo (hendak ke Khalwat) namun akhirnya berbelok ke kiri menuju arah Kebonagung karena mendung di arah Jedong sangat gelap dan tebal. Sesampainya di Kebonagung saya belok ke kanan menuju Blitar. Awalnya hanya berencana sampai Karangkates saja lalu balik arah dan kembali ke Batu lewat Malang, namun nampaknya jalanan padat dan panas jadi saya lurus saja sampai di Blitar, tepatnya di Wlingi. Di Wlingi, kira-kira 9 kilometer lagi saya sudah sampai rumah namun saya langsung belok ke utara menuju Batu lagi melewati Ngantang. Setelah itu sampailah saya di Batu lagi. 

Sungguh bisa dikatakan ini adalah buang-buang waktu dan uang (bensin), namun disamping itu saya melihat dua hal yang mengena. Pertama, ketika sampai di bendungan Lahor, disitu ada satu keluarga orang Tionghoa yang sedang berpiknik. Mereka makan nasi kotak dan ada yang berfoto dan kelihatan berbahagia. Lalu terlintas lagi satu hal yang sering mengusik pikiran. Kata-kata semacam “betapa bahagianya jika hidup tanpa terikat instansi atau perusahaan” , atau “saya mungkin harus berwirausaha apabila ingin hidup bebas dan bisa sering berkumpul dengan keluarga” , atau semacam “berbahagialah orang-orang itu, mereka dapat berpiknik di hari Senin ini, disaat orang-orang lain pada umumnya bekerja” , dan satu lagi yang amat sering terngiang-ngiang di kepala: “apakah arti hidup ini jika orang terus menerus menukarkan waktu dan tenaganya demi uang?, apakah artinya jika sibuk terus dan jauh dari keluarga?”. Demikianlah saya dipenuhi dengan pemikiran-pemikiran seperti itu sepanjang perjalanan; dan satu lagi karena melihat hal lain yang berbeda, yakni pemandangan orang-orang berseragam PNS. Ada banyak sekali saya melihatnya. Mereka bermacam-macam, ada yang berboncengan naik kendaraan, di pinggir-pinggir jalan, ada yang pulang kantor, membeli belanjaan dapur, dan ada juga yang bertugas di lapangan. Saya lalu teringat kembali betapa susahnya, sulitnya mencari pekerjaan, dan betapa bagusnya pekerjaan sebagai PNS itu. Sungguh, untuk pengangguran yang kesulitan mencari pekerjaan seperti saya ini, PNS adalah suatu idaman karena untuk menjadi karyawan swasta yang kesejahteraannya tidak terjaminpun sulitnya bukan main. Jadi di kepala saya saat ini terdapat dua hal yang dominan: yakni menjadi wirausahawan supaya bisa hidup bebas atau menjadi PNS supaya kesejahteraan di masa depan terjamin. Di akhir, saya menyimpulkan sendiri bahwa satu hal yang sangat penting bagi saya adalah hidup yang bahagia, demikian. 

(Almost) Agents of 147

JANUARI, 26, 2017

Saya hampir saja menjadi agen call center 147 Malang di plasa telkom. Setelah lolos dari berbagai macam seleksi, saya mengikuti training yang menguras tenaga selama 14 hari. Namun di fase akhir alias ketika tandem aktif dengan agen senior, saya mulai tidak kuat karena menahan demam dan batuk yang berat. Akhirnya pada Senin siang saya ijin pulang dan sesampai di rumah budhe, saya langsung dilarikan ke IGD karena demamnya sudah semakin parah. Setelah dicek pertama, pihak RS memberitahukan bahwa itu adalah tanda-tanda demam berdarah sehingga harus dilakukan opname. Akhirnya, mau tidak mau masa training harus dikorbankan, yang berarti gugur. Saya mencoba menmberitahu leader apa yang saya alami dan memohon untuk diberi kesempatan ujian bersama batch baru, namun beliau hanya memberi simpati, bukan pertolongan, jadi saya harus tetap gugur karena telah tertinggal. Hal ini tentu mengecewakan, mengingat betapa susahnya perjuangan selama training itu. Disamping hal ini, mencari pekerjaan sangatlah sulit, apalagi untuk fresh graduate.


Namun yang paling menyedihkan adalah bahwa saya harus berpisah dengan rekan-rekan batch di masa training. Kami semakin baik mengenal satu sama lain dan saya merasa senang mereka menerima saya apa adanya. Semua orang sangat menyenangkan sehingga saya langsung krasan disana. Sungguh amat sayang saya tidak jadi bergabung bersama mereka.


Namun setelah dipikir ulang, rupanya tidak perlu menyesali, toh


jikalau diterima saya hanya akan digaji sedikit dan kesulitan untuk naik jenjang. “Kerja disini tidak boleh sakit,” demikian kata para senior disitu. Kalau tidak masuk akan mendapat pengurangan poin yang tentunya memastikan agen tertentu tidak akan bisa naik jenjang dalam jangka waktu (periode) yang telah ditentukan (*lama sekali). Satu hal lain yang memberatkan ialah bahwa tidak ada libur di hari raya dan tanggal merah. Jadi harus mengatur shift kerja sendiri apabila ingin libur pada tanggal-tanggal tertentu, dan hal ini tentunya sulit mengingat kebanyakan orang suka libur pada hari libur. Jadi, saya kini tidak begitu menyesali hal ini karena



tidak mungkin sakit itu terjadi secara cuma-cuma tanpa alasan. “Things happen for reasons.” Saya percaya yang lebih baik telah ditentukan untuk diri saya. Satu hal lagi agar tidak membuat penyesalan bersarang; tidak ada sesuatu yang sia-sia. Di infomedia saya mengenal teman-teman yang baik di batch training. Materi-materi yang diberikan juga tidak akan useless. Ada beberapa yang tertanam di dalam sanubari dan menggugah jiwa untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan dan berjuang lagi demi keluarga. 

TRAINING DI TELKOM

JANUARI, 15, 2017

Saya menjalani masa training di 147 Telkom. Ada sekitar 20an orang di dalam kelas training itu. Saya merasa menjadi semakin akrab dengan mereka semua dan tiba-tiba saya merasakan suatu kekhawatiran. Perasaan ini sama seperti ketika saya menjalani kelas drama di masa kuliah. Saya merasa bahagia menjadi bagian dari kelas namun di satu sisi lain saya merasa sedih karena kebahagiaan itu tidak akan berlangsung selamanya karena kami akan berpisah ketika sudah selesai waktunya. Itu dulu, dan sekarang hal yang sama saya alami. Saya menyukai waktu bersama teman-teman di kelas training namun ada perasaan sedih pula karena kami mungkin akan berpisah setelah 11 hari kedepan. Menyikapi hal ini, saya mencoba untuk lebih menikmati dan “hidup” dalam kebersamaan di waktu yang ada karena memang beginilah hidup terus berlanjut. Dulu saya takut kesepian karena tidak bersama teman-teman dan lingkungan yang saya sukai namun rupanya sekarang saya memiliki lingkungan dan teman-teman baru yang saya sukai juga setelah berpisah dengan dunia perkuliahan. Satu hal yang menjadi keyakinan absolut adalah “Tuhan selalu tahu yang terbaik untuk saya; The Lord take me to the place that I belong and deserve; Tuhan selalu menempatkan saya di tempat yang pantas dan baik untuk diri saya kedepannya.” Sungguh anugerah yang indah dan besar!!!!

Bagaimana Satu Hari Bisa Penuh dengan Beragam Perasaan

JANUARI, 5, 2017

pagi

Setelah merayakan ulang tahun mbak Nasya semalam, setelah kebahagiaan dan suasana hangat dalam kegembiraan itu, pagi ini saya bangun dengan senang hati. Saya senang sekali karena berjumpa dengan Rendi kawan baik saya. Kami mendatangi kantor Telkom Malang pagi ini untuk melamar pekerjaan. Disana kami berdua menerima keramahan satu guest officer yang amatcantik dan seorang resepsionis yang tak kalah molek juga. Namun tadi tidak jadi karena disuruh datang lagi besok. Lalu setelah itu saya berpencar, Rendi melamar pekerjaan di hotel sementara saya ke rumah Oni, satu kawan baik saya. Sudah lama tidak berjumpa, saya senang sekali dapat bercakap-cakap lagi dengan Oni ini apalagi soal kesamaan ide dan pandangan pada satu permasalahan masyarakat global ini. Disana juga tersedia PS 4 sehingga lumayan menyenangkan bisa bermain FIFA lagi. Disamping ini, ada pak Ainin yang sungguh ramah pada saya semenjak dahulu; rasanya senang sekali menjumpai kerabat yang sudah lama tidak berjumpa.

sore

Hujan turun deras. Saya terjebak di sebuah toko. Hendak membeli mantel kresek namun nampaknya tidak ada. Akhirnya saya menunggu hujan reda dan nampaknya hujan mendung putih. Setelah kurang lebih satu jam, hujan masih belum reda dan pemilik toko itu tiba-tiba memberi saya dan seorang lain yang juga “kejenggreng” mantel plastik. Saya berkata akan memakainya dan mengembalikannya esok hari namun orang itu menolak dan berkata supaya saya membawanya saja. Saya mengucap banyak terimakasih pada penolong ini; akhirnya saya bisa pulang melanjutkan perjalanan dan barang-barang di tas aman semuanya.

petang

Budhe dan pakpuh duduk di teras. Saya datang, makan lalu mandi air hangat. Setelah itu saya bergabung dengan budhe dan pakpuh mengobrol-obrol hangat tentang banyak hal. Hingga jam menunjukkan pukul 08:30 kami semakin ngantuk dan berniat mengunci gerbang.

malam

Tiba-tiba seorang pria yang lumayan saya kenali datang bertamu. Saya punya firasat tidak baik, namun langsung masuk ke kamar meninggalkan pakpuh, budhe, dan orang itu. Pada awalnya percakapan mereka bertiga baik-baik saja. Namun tiba-tiba nadanya semakin meninggi. Nampaknya ini sudah mulai masuk ke satu permasalahan rumah tangga yang serius. Pakpuh terdengar menutup pintu depan (mungkin melihat saya yang berada di bibir pintu kamar dan kelihatan dari luar). Saya merasa tidak enak dan menutup pintu kamar, namun dengan begitupun percakapan di luar masih bisa terdengar. Keadaan semakin memburuk; budhe terdengar kecewa dan menangis dan marah juga. Perasaan saya berdebar-debar. Sungkan bercampur aduk dengan ketakutan.
Oh Tuhan mengapa saya berada disini ketika terjadi hal ini?” demikian saya mengadu.

Sekarang saya menuliskan pengalaman satu hari ini, lalu mengantuk. Sepertinya saya akan tidur. Semoga demikian; dan besok pagi akan membuka lembaran hidup yang kosong lagi. Hidup berlanjut.



Titik Lelah

NOVEMBER, 22, 2016

Sampailah saya pada titik ini. Setelah berharap banyak pada lamaran-lamaran yang dikirim, sedihnya, semuanya sejauh ini tidak atau belum mendapat respon dari perusahaan. Belum ada panggilan atau mungkin memang sudah tidak terseleksi dan gagal. Setiap hari saya mengecek email dan mencari lowongan di situs-situs internet. Segala cara ditempuh untuk mendapatkan pekerjaan, namun rupanya saat ini saya sungguh sangat lelah untuk terus mencari.


Pekerjaan memang selalu ada kalau dicari. Namun, terkadang terlintas di kepala saya kata-kata ini; “mengapa kita harus bersusah-susah mencari pekerjaan yang tidak akan membuat kita merasa hidup?” Saya berpendapat, manusia itu diciptakan bebas, dengan kekuatan dan kesehatan yang Tuhan berikan, semestinya ia dapat memanfaatkan seluruh kapasitas yang ada dalam dirinya untuk membuat hidupnya hidup, seperti seharusnya.

Susahnya mencari pekerjaan

NOVEMBER, 22, 2016

Seminggu yang lalu saya meninggalkan rumah untuk mencari pekerjaan di Malang. Saya dan Rendi datang di dua job fair dan telah meninggalkan banyak lamaran disana. Namun, hanya satu rupanya yang memberi kepastian, yakni sebuah perusahaan pialang saham. Kami mengikuti tiga tes dan diterima, bergabung bersama 11 calon pekerja lain. Saya sangat gembira karena diterima sebagai HRD, dan menceritakan hal ini kepada orangtua terutama karena setelah direkam sidik jari sebagai tanda diterima sebagai karyawan baru dan setelah diberitahu Senin minggu depannya sudah mulai training kerja. Namun rupanya pada hari Seninnya kacau. Bangun di pagi buta, bibi “menggupuhi” minta KTPnya segera dikembalikan, maka saya nekat ke Blitar dahulu dan rela terlambat di hari pertama. Maka jadilah demikian, pagi yang melelahkan setelah perjalanan Batu-Blitar-Malang yang untungnya dilengkapi dengan keramahan manajer. Rupanya tidak masalah; saya mengikuti lagi training itu dan belajar banyak hal tentang investasi saham.

Pada awalnya sungguh gembira hati dengan rasa penasaran tentang bagaimana menjadi HRD, namun rupanya pada akhirnya saya dan pelamar lain yang melamar pekerjaan berbeda-beda, dijadikan satu tim sebagai business consultant (BC) yang tugasnya mencari investor. Sampai disini, saya kecewa, dan langsung berniat ingin keluar keesokan harinya. Namun, setelah hari ini hadir lagi, saya ingin sedikit lagi menimba ilmu dari para manajer dan senior di kantor itu. Hal ini dikarenakan tidak adanya aktivitas lain dan menghibur diri dari kejenuhan sebagai pengangguran, disamping faktor utama yaitu menambah pengetahuan tentang bisnis trading LGD dan forex yang mungkin akan berguna suatu hari nanti. Jadi dari sini, saya tidak menyesal, justru saya bersyukur karena mendapat kuliah gratis mengenai investasi, pialang saham, dan trading di bursa berjangka internasional.


SATU MINGGU PENUH PENCERAHAN - late post

13 November 2016

1. Satu minggu yang Penuh Pencerahan

Minggu ini bisa dikatakan tidak begitu spesial, sama dengan minggu-minggu kebanyakan. Namun yang membedakan ialah bahwa saya merasa seperti mendapat petuah-petuah, atau pencerahan, atau bisa dikatakan sebagai ilham yang datang terus menerus. Hal pertama yang saya ingat adalah ketika saya sedang share keluhan saya mengenai kelemahan-kelemahan dan kecenderungan manusiawi yang tidak baik. Orang itu mengatakan satu kalimat yang sampai saat ini sangat mengena dan saya ingat: “Peliharalah rasa bersalah itu, karena itu tandanya hati kita masih belum keras.” Sungguh berkesan sekali malam itu; sampai saat ini kata-kata ini terus terngiang-ngiang di pikiran dan menjadi pengingat ketika dalam kelalaian.
Yang kedua adalah khotbah pastor dalam misa minggu pagi. Tidak begitu mengingat tentang topik apa yang dibicarakan, namu satu frase seperti menyangkut di awang-awang dan tidak bisa lepas dari pikiran. “Memurnikan diri,” demikian pastor itu berkata. Dua kata sederhana ini rupanya berkesan sekali dan serasa mengetuk hati dan menggiring pikiran mengingat kenangan masa lalu di saat pertamakali dibaptis hingga ketika menjalani pembinaan di seminari. Betapa murninya iman dan motivasi hidup waktu itu. Indahnya kemurnian batin!

2. Betapa Tuhan

Pagi ini saya terbangun dengan lemas; ada beban berat yang menumpuk di kepala. Pagi hari diguyur hujan, melengkapi suasana suram ini. Bahkan saya sampai tidak ingin menjumpai siapapun hari ini.
Namun, Tuhan menolong hari ini. Kini saya duduk di depan layar laptop dan melihat jam menunjukkan puku 10:13. Saya sekarang sudah bebas dari beban itu. Tuhan mengangkat beban saya, lewat pertolongan-Nya.

Betapa ajaibnya hari ini, seperti hari-hari lainnya. Allah Bapa di surga mengasihi saya.