Monday, February 13, 2017

Bingung Lagi

Hari kemarin saya bingung. Biasanya kalau seisi rumah sudah pergi ke sekolah saya juga keluar, ketika masih di infomedia saya berangkat training dan ketika sebagai pengangguran rumah teman adalah tujuannya. Rendi sedang mengantar pacar ke kampus jadi saya bingung hendak singgah dimana. Hendak ke rumah Oni namun tiba-tiba saya terpikir untuk mengunjungi pak Salome di Jedong yang sudah lama sekali tidak saya kunjungi. Akhirnya sayapun berangkat mengendarai motor ke Malang lalu kearah Jedong lewat Mulyorejo (hendak ke Khalwat) namun akhirnya berbelok ke kiri menuju arah Kebonagung karena mendung di arah Jedong sangat gelap dan tebal. Sesampainya di Kebonagung saya belok ke kanan menuju Blitar. Awalnya hanya berencana sampai Karangkates saja lalu balik arah dan kembali ke Batu lewat Malang, namun nampaknya jalanan padat dan panas jadi saya lurus saja sampai di Blitar, tepatnya di Wlingi. Di Wlingi, kira-kira 9 kilometer lagi saya sudah sampai rumah namun saya langsung belok ke utara menuju Batu lagi melewati Ngantang. Setelah itu sampailah saya di Batu lagi. 

Sungguh bisa dikatakan ini adalah buang-buang waktu dan uang (bensin), namun disamping itu saya melihat dua hal yang mengena. Pertama, ketika sampai di bendungan Lahor, disitu ada satu keluarga orang Tionghoa yang sedang berpiknik. Mereka makan nasi kotak dan ada yang berfoto dan kelihatan berbahagia. Lalu terlintas lagi satu hal yang sering mengusik pikiran. Kata-kata semacam “betapa bahagianya jika hidup tanpa terikat instansi atau perusahaan” , atau “saya mungkin harus berwirausaha apabila ingin hidup bebas dan bisa sering berkumpul dengan keluarga” , atau semacam “berbahagialah orang-orang itu, mereka dapat berpiknik di hari Senin ini, disaat orang-orang lain pada umumnya bekerja” , dan satu lagi yang amat sering terngiang-ngiang di kepala: “apakah arti hidup ini jika orang terus menerus menukarkan waktu dan tenaganya demi uang?, apakah artinya jika sibuk terus dan jauh dari keluarga?”. Demikianlah saya dipenuhi dengan pemikiran-pemikiran seperti itu sepanjang perjalanan; dan satu lagi karena melihat hal lain yang berbeda, yakni pemandangan orang-orang berseragam PNS. Ada banyak sekali saya melihatnya. Mereka bermacam-macam, ada yang berboncengan naik kendaraan, di pinggir-pinggir jalan, ada yang pulang kantor, membeli belanjaan dapur, dan ada juga yang bertugas di lapangan. Saya lalu teringat kembali betapa susahnya, sulitnya mencari pekerjaan, dan betapa bagusnya pekerjaan sebagai PNS itu. Sungguh, untuk pengangguran yang kesulitan mencari pekerjaan seperti saya ini, PNS adalah suatu idaman karena untuk menjadi karyawan swasta yang kesejahteraannya tidak terjaminpun sulitnya bukan main. Jadi di kepala saya saat ini terdapat dua hal yang dominan: yakni menjadi wirausahawan supaya bisa hidup bebas atau menjadi PNS supaya kesejahteraan di masa depan terjamin. Di akhir, saya menyimpulkan sendiri bahwa satu hal yang sangat penting bagi saya adalah hidup yang bahagia, demikian. 

No comments:

Post a Comment