Sunday, November 6, 2016

Pressure Drop

NP: Queen & David Bowie-Under Pressure, Toots & The Maytals-Pressure Drop

Pressure > Rasa takut.

4 tahun berjalan selama saya kuliah, seringkali pertanyaan "mau melakukan apa setelah lulus" menjadi semacam "bugaboo," momok yang seringkali meredupkan mood. Sekarang, setelah hari wisuda yang meriah itu perasaan takut itu sudah tidak ada karena hasrat untuk cepat bekerja atau menghasilkan uang mengalihkan perhatian pikiran. Ini berlangsung mulai seminggu setelah wisuda, setiap hari saya mencari lowongan pekerjaan di internet disamping mencari ide-ide untuk menghasilkan uang sesuai dengan bakat dan minat serta potensi yang ada di lingkungan sekitar. Kesibukan pikiran ini secara tidak sadar perlahan-lahan telah menggeser rasa takut untuk terjun ke dunia kerja. Sekarang saya justru ingin cepat kerja.

Diam terus di rumah mungkin menjadi penyebab bagi kebanyakan orang lain juga, terutama yang kurang kreatif seperti saya ��. Namun pendapat pribadi mengatakan adanya sesuatu semacam "sanksi sosial" apabila tak kunjung bekerja. Tetangga-tetangga dan sanak saudara kerapkali mengunjungi rumah dan secara tidak langsung menunjukkan bahwa mereka prihatin dengan keadaan saya dan mendorong untuk cepat bekerja. Hal ini membuat saya tertuntut, namun tidak tertekan. Saya sudah melakukan apa yang perlu saya lakukan. Hari-hari ini mungkin adalah penantian akan jawaban dari semua lamaran yang telah terkirim. Mungkin orang-orang tidak mentolerir "masa penantian" ini, namun ini tidak menimbulkan adanya tekanan yang sampai membebani pikiran, hanya perasaan terdorong untuk cepat bekerja. Lagipula orang-orang tak perlu khawatir karena saya sendiri ingin cepat bekerja karena satu motivasi besar: ingin mendapatkan uang sendiri untuk membayar langganan bulanan spotify, disamping ingin membeli kue/terangbulan terenak dengan gaji pertama. Hahaha

Friday, October 21, 2016

Euforia Wisuda (Semoga) Kegembiraan Seumur Hidup

Ditulis sehari setelah wisuda:


Euforia wisuda masih terasa hingga lebih dari 24 jam mulai dari saat setelah sidang ditutup. Sekarang saya sudah di rumah di Blitar, namun suasana hati masih dalam kegembiraan dalam kebersamaan dengan teman-teman di gedung Graha Cakrawala kemarin. Pada awalnya saya tidak begitu berekspektasi akan kemeriahan seperti ini. Saya pikir wisuda hanyalah sebuah acara seremonial biasa untuk meresmikan kelulusan. Bahkan, saya meminta ibu untuk berdandan biasa saja seperti hendak ke gereja di hari Minggu. Namun nampaknya bu Deny datang membuat hal ini tidak terjadi. "Kasihan Septian, acara wisuda itu meriah masak mamanya datang biasa-biasa saja," demikian ucap bu Deny. Beliau bersedia membantu persiapan tata rias ibu saya pada Sabtu pagi sebelum berangkat ke Graha Cakrawala. Bu Deny memang suka menyesuaikan penampilan dalam setiap kemeriahan, jadi kali ini beliau menerapkannya pada ibu saya.
Wisuda bersama tiga kawan terbaik


Saya berangkat ke kampus sekitar puku 6:15 dan disana sudah banyak wisudawan-wisudawati yang berkumpul, berbaris dan berjejal menunggu mulainya acara. Saya, Oni, Rendi, dan Satrio keluar barisan dan mencari udara segar di belakang. Lalu tak lama kemudian prosesi masuk dimulai dan kami berempat menyusul masuk tanpa barisan. Di dalam gedung, suasana sungguh meriah, para orangtua dan keluarga nampaknya sudah hadir mengisi semua tempat duduk di tepi.
Setelah beberapa menit, upacara dimulai dengan prosesi masuk para senat, rektor, dan dosen-dosen petinggi universitas. Saya melihat pemandangan ini sebagai suatu keindahan tersendiri; barisan para professor dan para pendidik berjubah dengan berkalungkan medali lambang kebesaran universitas tampak sangat gagah, hebat, dan mulia. Pemandangan ini selalu membuat saya kagum akan semangat dan dedikasi mereka dalam membangun dunia pendidikan menjadi lebih baik serta membaktikan hidup mendidik bangsa. Sungguh tepat sekali dalam lagu Hymne Guru, mereka disebut pahlawan bangsa. Sungguh gagah dan mulia! Menyaksikan semua kemegahan dan kemeriahan ini dengan duduk bersama kawan-kawan terbaik menjadi satu momen paling berharga dan berkesan di tahun ini; momen terbaik!
Kemeriahan dilengkapi dengan paduan suara, gamelan, dan orkestra yang bagus. Seluruh sarana-prasarana dalam upacara wisuda ke 83 juga tertata dan terorganisir dengan sangat baik. Salut kepada semuanya yang berpartisipasi dalam penyelenggaraan seremoni ini. Kesempurnaan di setiap elemen menciptakan suatu euforia wisuda, yang bagi saya sangat kuat hingga kegembiraan ini bertahan hingga saat ini ketika saya mengetik teks ini. Tidak ada yang dapat mengusik hati saya, meskipun kemarin saya sempat terjebak dalam kemacetan, lalu pagi tadi ketika dalam perjalanan ke Blitar, ada beberapa pengguna jalan yang dungu, yang biasanya membuat jengkel. Namun, apapun situasinya, euforia kegembiraan ini terasa seperti gumpalan bola kristal yang bercahaya di jiwa. Seperti itulah saya membayangkannya, hahaha.
Jadi wisuda ini sungguh terasa melekat, menggembirakan, membuat saya terkagum, dan membangkitkan semangat dan sukacita akan hidup. Ini mengingatkan saya akan "Symphony No. 9" mahakarya Beethoven, atau biasa disebut "Ode to Joy", sebuah paduan orkestra dan koor yang mendendangkan lagu kegembiraan umat manusia, mengajak dunia untuk bergembira, bersukacita, dan bersyukur atas nikmatnya kehidupan dan indahnya bumi tempat Allah memelihara umat-Nya. Betapa indahnya.....
Musik ini menjadi lagu kemenangan bagi saya, yang biasa saya putar ketika dalam suasana gembira seperti sekarang ini. Namun, rupanya makna lagu ini bukan hanya suatu kegembiraan euforia saja, namun suatu kegembiraan sepanjang hidup. Seperti yang semua orang inginkan, saya ingin membuat hidup saya penuh kegembiraan, derma, dan sukacita, seperti yang tertulis pada lirik "Ode An Die Freude" ini. Sungguh indah kehidupan yang penuh perayaan, selebrasi! Betapa hidup akan jauh lebih berarti bila saya menjalaninya dengan kegembiraan!

Semoga anda juga menjalani kehidupan yang penuh kegembiraan!!!

Ucapan Terimakasih

Vivat academia, panjang umur Universitas!
Vivant professores, panjang umur para professor, pendidik-pendidik!

Mungkin terdengar seperti lembar Acknowledgement, namun ini bukan yang ada di dalam skripsi saya.

Dalam suasana penuh syukur ini, ijinkan saya mengucap syukur pada Tuhan, Allah Yang Mahabaik, Allah yang penuh kebesaran yang menganugerahkan kehidupan yang indah, keselamatan, dan pertolongan di setiap cobaan. Sungguh besar nama Allah, di bumi dan di surga dimuliakan selama-lamanya. Amin.
Saya ingin berterimakasih pada teman-teman semua, terutama teman-teman di jurusan Sastra Inggris.
Thank you, Oni, Satrio, Ribka, Rendi, Beti, Manyun, Rani, Bagas, Mirta, Akbar, Ainur, Ran, Kana, Virda, Rendy Cebol, Bibob, Octa, Levinda, Soelis, Mita, Mimir, Fisa, Sena, Coco, Andre, Dinny, Mega, Dewi, Septa, Shinta, Niken, dan semua teman jurusan yang baik, terimakasih! Sungguh menggembirakan menjalani 4 tahun bersama kalian semua! Mungkin saya terlihat banyak diam sepanjang waktu, namun saya sungguh menikmati kebersamaan dan selalu dipenuhi kegembiraan ketika bersama teman-teman. Setiap kali melewati atau masuk kampus, saya selalu merasa aman dan gembira meskipun sudah lulus dan tidak mengikuti perkuliahan seperti dulu. Saya selalu merasa menjadi bagian dari kelas. Sungguh bahagia! Terimakasih, kawan-kawan!!!!
Terimakasih juga untuk kawan baik saya Stanlee, Jashinta, budhe, keluarga saya, mas Yoga, Vrida, Bernardus, dan Laura! Dukungan dan perhatian kalian sungguh sangat berarti dan menghidupkan semangat dalam keterpurukan, terutama pada musibah dulu hingga di saat bangkit dan kembali ke tugas pokok menyelesaikan studi. Terimakasih, Tuhan memberkati!
Sungguh, saya juga sangat bersyukur pernah dididik dan diajar oleh orang-orang hebat seperti Pak Adnan dan Pak Johannes yang inspiratif, kedua dosen pembimbing, pak Kukuh yang sabar dan bu Maya yang seringkali memberi bantuan dan dukungan, serta semua pendidik dan staff yang telah ramah dan membantu saya, sebagai ucapan terimakasih, saya berdoa supaya Allah membalas semua jasa dengan berkah dan pahala melimpah; semoga senantiasa sehat dan sukses !
Universitas Negeri Malang, tercinta! Saya selalu merasa menjadi bagian dari universitas, sekalipun saya tahu akan jarang kembali kesana. Di luar, saya merasa seperti pecahan bintang yang berusaha menciptakan terang yang berguna bagi kehidupan banyak insan. Atau, seperti pejuang yang diutus ke negeri asing, sekarang saya memulai langkah saya di dunia luar dengan berbekal kecakapan yang telah didapat di tempat penempaan.
Terimakasih! Terimakasih para professor, pendidik, dan semua bagian dari Universitas!

Vivat academia, panjang umur Universitas!
Vivant professores, panjang umur para professor, pendidik-pendidik!
Semper sint in flore! Semoga selalu berkembang dalam karya!

Tuesday, October 4, 2016

Melamar Pekerjaan

Saya sudah mencoba mulai melamar pekerjaan, namun nampaknya tanpa ijazah dan transkrip nilai, dalam urusan administrasi saya kurang lengkap dan kurang mantap dalam persyaratan lamaran. Kalau dihitung, ada cukup banyak kesempatan yang terlewatkan karena pendaftarannya membutuhkan ijazah dan transkrip nilai. Saya merasa sedikit menyesal tidak mengurus penjajakan kelulusan dan yudisium sejak dahulu.

Hari-hari ini keadaan saya tidak begitu baik, terutama karena kekecewaan pada birokrasi karena tidak beresnya kartu keluarga. Saya susah apabila teringat satu hal ini. Namun terkadang, melihat orang lain yang sukses seperti mas Yoga juga membuat diri semakin terpuruk, apalagi karena belum mendapat pekerjaan yang "settle". 

Mas Yoga! Dia memang orang hebat! Dulu sebelum bekerja di perusahaan besar itu ia juga dalam kesulitan besar. Sekarang mas Yoga sedang bercanda ria di Jepang bersama teman-temannya. Oh, keliling dunia! Dulu saya bermimpi berkeliling dunia, atau setidaknya pergi ke Eropa ke suatu kota yang selalu di dalam benak. Sekarang, mungkin saya sedang dalam proses mewujudkan hal itu. 


Akhir Pekan di Trenggalek

"Meng lawange wis ditutup?
"Meng jane wis mangan lo"
"Meng jarene urong mangan?"
"Meng mangan pecel mbok ndhower nggarai mules"
"Meng..meng... mengkeret"
Begitulah candaan mblitar kami di sepanjang perjalanan ke Trenggalek.

Setelah direncanakan sejak lama, akhirnya hari ini mas Yoga berhasil mewujudkan harapannya mengajak saya, kakek, dan bulek jalan-jalan. Kami berangkat pagi dari rumah menuju Trenggalek. Tujuan utamanya adalah pantai Pasir Putih di Prigi dan Goa Lowo. Sepanjang perjalanan kami tidak pernah diam karena pakpuh membully logat Mblitar bulek saya yang berkata "Meng" (tadi). Kami semua jadi ikut-ikutan bermain-main kata dengan kata "meng" ini. Logat kekulonan ini memang tak pernah habisnya jadi bahan candaan karena memang terdengar asing dan menggemaskan terutama bagi yang sudah lama menggunakan bahasa Malangan.

....
Setelah dua jam perjalanan sampailah kami di Goa Lowo. 


Ternyata Goa Lowo yang mungkin tidak terkenal seperti pantai Prigi, memiliki keindahan alam yang menakjubkan. Terdapat banyak Stalagtit dan Stalagmit yang masih alami dengan berbagai bentuk. Untuk masalah pencahayaan foto, lampu-lampu di goa lumayan memberi penerangan pada sudut-sudut yang memiliki pemandangan indah. Di dalam goa, kami berjalan terus hingga hampir mencapai akhir, namun di 3/4 perjalanan kami kembali karena tidak tahan dengan bau kotoran kelelawar yang sangat menyengat.

Maka berpamitanlah kami dengan Goa Lowo yang mempesona lalu menuju destinasi utama, yakni Pantai Pasir Putih Prigi. Hanya berjarak 30 menit perjalanan, Pantai Pasir Putih Prigi ternyata sangat elok dan nyaman. Terdapat pohon-pohon rindang untuk berteduh di sepanjang pantai. Ada juga wisata banana boat dan perahu yag kami coba. Yang terakhir sangatlah memuaskan meskipun hanya berputar-putar teluk; saya mencelupkan tangan di dalam air terus, seolah-olah "salaman", beramah-tamah dengan laut. Mas Yoga yang mentraktir kami perjalanan ini sibuk merekam dan memotret pemandangan di depan perahu. Yang lainnya duduk bersantai melihat sekeliling.

Setelah 40 menit di naik perahu, kami beristirahat sejenak sambil mengemasi barang-barang karena sudah sore. Kami mencicipi ikan dan cumi asap yang dijual di sepanjang jalan masuk dan keluar pantai. Proses memasaknya lumayan lama, membuat kami harus bersabar menahan lapar. Namun, rasanya "worth it", ditambah samb
al dari mbak dan ibu penjualnya sangat enak. Harganya, menurut mas Yoga yang terbiasa hidup di Jakarta dan Malang, sungguh sangat murah. Menurut saya, ini sama seperti di Goa Lowo tadi; Harganya ramah bagi wisatawan yang ekonomis dan pelayanannya juga ramah, khas ala Trenggalek. menepi dan kami kembali ke daratan; beristirahat sejenak lalu pulang. Sebelum pulang, kami me

Akhirnya kami pulang. Semua tertidur pulas karena kenyang, kecuali pakpuh yang menyopir. Ketika sampai di perbatasan Trenggalek-Tulungagung, hujan deras turun dan genangan air di jalanan lumayan tinggi dan berbahaya bagi para pejalan kaki dan pengguna jalan lain di sisi kanan dan kiri. Sesampai di rumah, hujan masih deras dan usailah rekreasi bersama hari ini. 

Begitulah akhir pekan saya seminggu sebelum wisuda. Kalau anda pergi ke Trenggalek dan hendak berekreasi, saya merekomendasikan pantai Pasir Putih dan Goa Lowo. Dijamin rekreasi atau piknik anda memuaskan disana! 

Susahnya Urusan dengan Birokrasi

Mungkin hal yang sama juga dialami banyak orang. Tiga bulan yang lalu adik saya mengurus e-ktp tetapi tidak bisa karena kesalahan nama dan tanggal lahir pada KK. Sebulan yang lalu saya baru mulai mengurus perubahan data KK yang bisa dibilang sangat ribet. Lalu setelah itu adalah pengajuan cetak KK baru yang harus saya tunggu dua minggu untuk jadi, yang akhirnya masih terdapat kesalahan lagi. Kali ini kesalahannya baru; di awal, nama kepala keluarga sudah benar, hanya tanggal lahir dan nama saya dan adik yang salah. Namun setelah pembenaran data, justru kesalahan baru muncul, kepala keluarga salah.

Saya sangat geram bercampur kecewa pada urusan dengan birokrasi ini. "Kok bisa-bisanya mengurus satu KK saja selalu ada kesalahan. Seringkali karena saking marahnya, saya merasa seperti ingin meledak. Maka agar tidak berdampak buruk bagi orang lain, saya segera pulang dan pergi ke halaman belakang rumah dan melampiaskan kemarahan dan kekecewaan itu pada pohon pisang. Saya memukulnya sekuat tenaga hingga batangnya rusak. Mungkin terlihat bodoh, namun saya rasa ini adalah cara baik mengeluarkan energi negatif tanpa melukai hati orang lain. Saat ini saya pikir apa yang saya lakukan ini lebih baik daripada menahan kemarahan terus-menerus. Cara mengeluarkan kemarahan bermacam-macam. Memecahkan benda-benda juga sangat melegakan. Yang terpenting, orang lain sebaiknya tidak terkena dampaknya.

Sunday, August 28, 2016

0!

Pada siang hari ini saya terbangun, kira-kira pukul 15:00. Saya tidur lagi dan bangun satu jam kemudian, dan mendapati sesuatu yang mirip seperti kesedihan bercampur kegelisahan. Saya bertanya-tanya, mengapa perasaan semacam ini tiba-tiba datang.
Setelah mencoba menimbang-nimbang segala faktor, saya menyimpulkan bahwa: pertama, mungkin karena saya belum mendapat pekerjaan; kedua terasa jelas ini adalah kesepian karena sudah jarang lagi berkumpul dengan teman-teman; dan ketiga, mungkin karena ketidakpercayaan diri untuk melaksanakan tanggungjawab untuk keluarga saya.
Satu encouragement yang kerapkali saya andalkan adalah bahwa saya akan dapat melakukannya dengan bantuan dan berkat Tuhan. "Things will change, I will change. God bless me and I'll be able to handle every circumstance and bear any responsibility."
Itulah yang saya percaya selama ini.

Setelah tenggelam dalam kegundahan dan permenungan singkat ini, saya  keluar rumah. Hari sudah agak gelap dan halaman basah karena hujan. Terjadi suatu silentium seperti biasanya. Hujan menghentikan semua aktivitas, dan membawa keheningan.

Hmm, saya benar-benar 0!

Bagaimana Kabar Saya?

Segala urusan di kampus telah hampir selesai. Ini adalah saatnya mencari pekerjaan atau apalah orang menyebutnya. "Setelah lulus mau kerja apa?" Pertanyaan ini mungkin sama sensitifnya dengan "wisuda kapan?" atau "bagaimana skripsimu?"
Beberapa orang mungkin sedih apabila tidak memiliki jawaban yang melegakan untuk si penanya dan dirinya sendiri. Sayapun juga demikian. 

Wednesday, May 18, 2016

SIDANG SKRIPSI

Susahnya mengejar gelar

Saya boleh berbahagia karena pada hari Jum’at 13 Mei lalu saya sudah sidang skripsi, meskipun harus sidang lagi pada Rabu 18 Mei bersama 1 penguji karena tidak bisa datang pada hari Jumat. Saya senang sudah menyelesaikan sidang, meskipun tahu hasilnya kurang baik karena penguji saya yang terkenal kritis itu memberi revisi pada ‘semua’ hal dalam skripsi saya; iya, semua halaman mulai dari judul sampai bab kesimpulan dan saran. Namun yang lebih mengecewakan adalah komentar beliau yang mengatakan bahwa dalam bab 3 tidak ada ‘issue’ samasekali. Jadi apa yang sudah saya yakini sebagai topik yang bagus,  apa yang teman saya apresiasi sebagai penulisan yang baik dan menarik, serta diksi yang menurut satu teman lain sangat variatif dan khas, ternyata tidak ada artinya samasekali bagi dosen penguji ini. Jadi saya merasa harus bekerja keras lagi untuk memperbaiki draft saya dari bab awal hingga akhir.

Skripsi yang ‘kurang baik’ ini tentunya tidak selesai begitu saja tanpa perjuangan. Saya berangkat ke Malang setelah beberapa waktu pasca kecelakaan. Sebenarnya saya kadang-kadang khawatir apabila kondisi hematoma di liver saya tidak kunjung sembuh atau menjadi lebih parah. Namun saya selalu berpikir positif tentang hal ini dan tidak mencoba melakukan aktivitas-aktivitas berat. “Im back!” saya berkata dalam hati. Jadi, mulai lagi rutinitas dan serangkaian hari-hari sibuk di kampus. Ada banyak kesulitan yang saya temui seperti susahnya mengatur jadwal bertemu dengan dosen, banyaknya koreksi yang diberikan, serta sulitnya untuk tetap bersemangat dan melakukan revisi demi revisi. Saya banyak ­bergerak berjalan dari gedung ke gedung, berulangkali mencetak skripsi, serta hanya duduk lama membiarkan waktu terbuang karena menunggu dosen. Saya bersyukur maam Maya, dosen pembimbing 1 saya berbaik hati membantu revisi saya dengan memperbolehkan konsultasi lewat e-mail, namun pada hari-hari akhir kesempatan sidang, beliau mendadak mengatakan bahwa akan away pada tanggal 10-15 Mei padahal terakhir sidang tanggal 14, dan saya baru mengumpulkan draft pada tanggal 4. Butuh hampir seminggu kemudian untuk mendapatkan jadwal dan setelah itupun urusannya tidak mudah. Saya harus mengatur jadwal sebelum bu Maya pergi ke Belanda, jadi antara tanggal 9-11 saya masih ada kesempatan. Namun rupanya pada tanggal 10 jadwal baru bisa keluar, karena sekretaris jurusan berulangkali tidak menepati janjinya. Angin segar datang karena bu Maya mengatakan beliau menyuruh saya untuk sidang bersama dengan 2 penguji lain, dan beliau akan sidang sendiri dengan saya ketika urusan di Belanda sudah selesai. Maka saya segera mendiskusikan jadwal dengan dosen 1 dan penguji. Butuh 1 hari untuk mencapai suatu kepastian karena respon yang sangat lama dalam komunikasi dengan WA. Jadi setelah pada sore sebelumnya saya mendiskusikan jadwal, keesokan paginya saya mendapat kepastian bahwa saya tidak bisa sidang sebelum tanggal 14. Setelah itu saya pasrah dan seperti orang stress berkata-kata tidak jelas, karena saya merasa sudah berusaha sampai pada batasnya, sudah mentok; sudah berulangkali wira-wiri dari Batu ke kampus dan berulangkali dikecewakan, berulangkali sia-sia menunggu di depan kantor sekjur, dan beberapa kali merasa pusing, nyeri abdomen, serta batuk yang tidak kunjung sembuh membuat hari-hari sibuk itu sangat berat. Dalam keadaan stress itu saya (istilah bahasa jawanya) mbatin, Susahnya mengejar gelar. Mengapa sistemnya mengharuskan mahasiswanya yang repot? Mengapa tidak dibuat seperti sistem KRS saja? Bukankah lebih mudah apabila dibuatkan sistem yang bagus? Betapa susahnya menemui dosen dan mengatur jadwal! Saya sudah lelah, ingin segera pulang ke rumah. Oh Tuhan, jika Tuhan mau, bantulah saya saat ini, untuk sekali ini agar saya bisa segera sidang dan melanjutkan hidup!” Saya sudah pasrah. Setelah saya mbatin seperti itu, saya ke rumah kawan saya Oni yang sudah mendapat kepastian sidang hari Jum’at. Disitu, keajaiban terjadi. Dosen 1 yang mengatakan tidak bisa tiba-tiba membalas percakapan dan mengatakan bahwa beliau bisa setelah sidang kawan saya, Oni. Saya bahagia bukan main. Setelah kabar itu, berbagai macam keajaiban  terjadi mengiringi perjuangan saya dan Oni mengurus berbagai urusan lain untuk sidang, seperti langit mendung dan petang pertanda hujan segera turun, seketika terbelah oleh cahaya matahari dan menjadi terang dalam waktu singkat. Setelah jam 17:00 barulah saya dan Oni bisa pulang ke rumah dan beristirahat sambil mempersiapkan presentasi untuk hari Jum’at. Praise the Lord!!!!

Kurang-lebih selama satu bulan sebelum hari sidang itu, hidup saya rasanya tidak tenang samasekali. Akhirnya sidang yang hanya ada di angan-angan itu terlaksana juga. Sekarang saya sudah tenang. Bagaimanapun, saya tidak boleh lengah karena masih panjang perjalanan menuju kelulusan karena banyaknya revisi dan rumitnya persyaratan yudisium.

Friday, April 22, 2016

Dua Pihak

Ada dua pihak dalam hidup bapak saya, pihak 1 adalah saduara-saudarinya, sedangkan pihak kedua adalah tetangga-tetangga. Selama beberapa tahun terakhir saya secara pasif selalu mengetahui hubungan keduanya dan pendapat mereka tentang bapak saya. Pihak 1 berpendapat bahwa mereka kasihan kepada bapak dan mencoba membantunya dalam beberapa urusan penting, namun menurut mereka bapak selalu bersikap kaku dan tidak bisa diarahkan, misalnya dalam diskusi tentang sapi dan sawah. Maka, hubungan bapak dengan saudara-saudaranya tidak begitu baik. Pun demikian, bapak menjalin hubungan baik dengan semua sanak saudara lain (selain saudara kandungnya), bahkan dengan saudara-saudari di luar desa, di Singosari, Karangploso, dan Tulungagung. Menurut bapak saya, saudara-saudarinya itu terlalu mengaturnya; yang paling bapak sesalkan adalah tentang nasihat untuk tidak menjual warisan untuk membiayai saya kuliah dan sekolah adik. 
Berlawanan dengan pendapat saudara dan saudari kandung bapak saya, tetangga-tetangga yang dalam keseharian sering bekerja dan bercengkrama dengan bapak saya menilai saudara-saudari itu meninggalkan bapak saya. Pendapat ini mungkin didasari pengalaman mereka sehari-hari melihat bapak yang tidak pernah dikunjungi saudaranya lagi. Selain itu, tetangga-tetangga bapak berpendapat kurang begitu baik tentang paman saya Sirsan. Menurut cerita-cerita orang desa, paman Sirsan memang orang yang keras karena pangkatnya di masyarakat. Maka, jarang sekali ada orang mau bermasalah dengannya. Orang-orang cenderung tidak berinteraksi dengan paman. 
Jadi sebagai pihak netral, kadang saya mendapati cerita yang kurang baik tentang pihak 2 dari pihak 1. Segelintir orang dari pihak 2 kadang juga membicarakan hal serupa. Namun terlepas dari hal ini, saya senang kedua belah pihak bekerjasama membantu kami, dengan bapak saya yang tidak berdaya itu akhirnya diberi semacam "intervention" oleh saudara-saudarinya. Dalam musibah ini kedua pihak sesekali berinteraksi, namun saya masih mendengar cerita-cerita yang kurang baik dari satu pihak ke pihak lainnya. Ah, biarlah, memang kita manusia tidak sempurna. Saya ambil hal positifnya saja.

Intervention

Sejak pertamakali sampai di rumah, orang-orang selalu mengunjungi kami sekedar untuk menjenguk dan hanya memeriksa keadaan bapak. Kalau menjenguk, mungkin biasanya orang hanya akan datang sekali saja, namun di desa ini, orang-orang berdatangan terus-menerus.
Dulu, saya akrab dengan semua orang di desa sebelum masuk asrama di SMA. Sekarang, karena sudah lama tidak “srawung” atau menjaga komunikasi; silaturahmi saya dengan orang-orang khususnya tetangga-tetangga dan saudara-saudara kurang begitu baik. Maka, kemarin malam paman saya memanggil saya kerumahnya dan membicarakan beberapa hal terkait dengan hal tersebut -- semacam intervention dalam How I Met Your Mother. Jadi paman saya blak-blakan dan saya mengakui bahwa selama ini saya tidak sadar akan hal-hal ini.
Maka, setelah saya sehat 100%, saya akan “srawung” ke semua saudara-saudara dan orang-orang di desa. Kemarin saya sudah memulainya ke yang dekat-dekat saja, dan juga demikian pagi ini. Mungkin hari-hari kedepan hidup saya kembali ramai seperti dulu; harapannya begitu.

Paman Sirsan

Paman Sirsan yang memanggil saya kemarin, selain memberi “intervention” itu, di sisi lain juga seperti menyindir saya. Ia menelepon seorang temannya di sela-sela pembicaraan kami dan menjelaskan kepada temannya dengan suara jelas bahwa ia adalah yang membantu biaya perawatan rumah sakit bapak saya, sambil menyebut nominal yang ia berikan kepada keluarga kami. Yang saya sedikit kecewakan adalah bahwa ia tidak menyebut nominal yang tepat tentang biaya saya, yang sebenarnya adalah 9 juta namun sudah ditanggung Jasa Raharja, namun ia sebutkan 15 juta kepada temannya dan ia yang menanggung. Memang, keluarga saya berhutang pada keluarga paman dengan sawah sebagai penggantinya.
Mungkin hanya pikiran negatif diri sendiri. Jadi saya tidak memikirkan hal itu. Sekarang saya fokus untuk menjadi lebih baik untuk keluarga dan orang-orang di sekitar.

Tuesday, April 19, 2016

This is The Good That is in The Bad

Dalam keadaan tidak bisa banyak bergerak, saya banyak berpikir dan berdoa, serta merenung. Lalu saya menemukan gambar ini di internet:
Terbaring di ruang pasien bedah, saya baru menyadari betapa saya tidak bersyukur ketika saya sehat dan bisa beraktivitas, ketika saya normal; betapa saya kurang ramah kepada orang-orang, yang jarang saya sapa namun pada musibah ini berdatangan membantu dan menemani, dan menjenguk. Tetangga-tetangga di desa, sanak saudara, teman-teman, umat gereja, keluarga bapak kost saya dari Malang, dan semua orang yang seharusnya sering saya sapa dan ajak bicara, sungguh begitu baik. Meskipun saya jarang menyapa dan meskipun saya jarang berkunjung dan berbicara dengan mereka, semuanya malah datang menjenguk, dan bahkan menemani saya selama proses rawat inap itu.

Hari-hari yang banyak kejenuhan karena proses penanganan rs yang lama diisi juga dengan hal-hal baik yang menggembirakan, sehingga akhirnya pada hari kesembilan saya boleh pulang, namun harus bed rest total selama dua bulan demi penyembuhan total liver saya. Sungguh melegakan, saya keluar dari rumah sakit dan melihat dunia lagi. Pak Sis menjemput saya pada siang hari setelah semalam menjemput ayah dan ibu saya dari Solo. Saya menikmati perjalanan singkat dari Wlingi ke rumah, yang terasa sungguh luar bisa menggembirakan. It is good to be normal again. It is great to be healthy!

Sungguh besar anugerah dan  pertolongan Tuhan dalam musibah ini. Saya tidak akan melupakan jasa-jasa semua orang yang telah membantu keluarga saya, termasuk teman teman saya kuliah serta Oni dan Rendi yang membereskan barang-barang kost saya.

Terimakasih, semoga berkat Tuhan yang ajaib melimpah bagi semuanya!

Di Rumah Sakit

Saya diperbolehkan pulang pada sore harinya namun tidak jadi karena setelah diperiksa, dokter memutuskan untuk memasang saya kateter. Kala itu warna air seni saya bercampur darah sehingga keesokan harinya, saya di rontgen lagi ditambah usg, yang hasilnya mengharuskan saya untuk opname. Saya terkena hematom hepar, atau luka hasil benturan pada liver, sehingga pada kateter, air seni bercampur darah. Mengerikan. Saya sungguh lemas dan pesimis luar biasa pada waktu itu karena memikirkan skripsi yang belum selesai ditambah memikirkan ayah yang tak segera ditolong. Jadi di rumah sakit, hari ke hari saya terus mengamati kantong kateter dan melihat perkembangannya (yang sangat lama).

Di ruang pasien bedah itu, saya sungguh merasa tidak nyaman karena panasnya udara dan rasa jenuh karena tidak dapat banyak bergerak serta karena merasa (bahasa jawanya pliket) atau perasaan tidak nyaman karena tidak mandi dan tidak bisa tidur nyenyak. Selain itu, benda asing (kateter) itu disamping membuat risih, menimbulkan rasa nyeri yang luar biasa. Dalam keadaan seperti itu, pikiran dihantui dengan kekhawatiran akan keadaan ayah dan liver saya. It was very terrible! Saya tidak mampu menemukan kata lain untuk menjelaskan keadaan yang memilukan itu. Di ruang opname itu saya sungguh merasa kehilangan hidup saya, serta pilu karena merasa sungguh tidak berdaya disaat keluarga sangat membutuhkan tenaga saya. Namun saya beruntung memiliki tetangga-tetangga yang seperti saudara dan sanak saudara yang baik. Mereka semua juga turut 'repot' dalam musibah keluarga saya ini. Pak Sis (paman saya (suami adik ibu saya)) menguruskan jasa raharja, karena rs tidak menerima BPJS, sementara isterinya (bibi saya) menjaga saya di rs karena pada hari kedua, setelah berdiskusi dengan orang-orang terdekat keluarga kami, diputuskan bahwa ayah akan dibawa ke Solo karena di Wlingi tak kunjung ditangani. Demikianlah hari pertama dan kedua. Keluarga, tetangga, kawan, dan kenalan semuanya silih berganti memenuhi ruang opname saya dan bapak. Mereka menolong dengan cara dan kemampuan mereka masing-masing.

Hari-hari selanjutnya, ayah ditemani ibu selama di rawat di rumah sakit orthopedi di Solo, setelah diantar oleh mas Nanang, pak Sis, dan satu tetangga lain. Sementara itu, saya ditemani bibi (sesekali diganti oleh sanak dan saudara saya yang lain) selama opname di rs Wlingi.

Saya selalu berdoa untuk kesembuhan ayah dan syukurlah, Tuhan memberi keajaiban yang banyak dan besar untuk keluarga kami. Setelah pertolongan dari orang-orang, Tuhan menolong dengan membantu menormalkan kadar gula ayah saya dari 500 ke 138, menormalkan tensi dan kadar hb ayah sehingga setelah beberapa persiapan, ayah berhasil dioperasi (ternyata setelah di Solo, yang patah sebenarnya adalah tulang paha kanan, pergelangan tangan kanan, dan rahang kanan). Syukurlah operasi berjalan lancar dan ayah diperbolehkan pulang. Saya senang mendengar kabar-kabar baik yang datang. Mukjizat-mukjizat Tuhan (sekali lagi) secara nyata terjadi!

Kecelakaan

Dua minggu yang lalu, keluarga saya mengalami musibah. Saya dan ayah kecelakaan di daerah Kesamben, Blitar, ketika dalam perjalanan ke Singosari. Kala itu kami berangkat puku 4.00 pagi dan sampai daerah Kesamben pada sekitar pukul setengah lima. Saya tidak begitu ingat kejadian itu karena kalau mencoba mengingat kejadiannya, rasanya seperti mengingat kejadian dalam mimpi. Jadi, berdasarkan ingatan, waktu itu ketika melewati tikungan, sebuah mobil travel (elf) berwarna merah secara tiba-tiba muncul di depan kami dan berkecepatan tinggi, sehingga saya tidak punya kesempatan untuk menghindar. Setelah itu, saya tidak ingat-apa-apa lagi. Mungkin saya pingsan, karena setelah beberapa saat saya bangun di rerumputan di dekat ayah saya yang berdarah kelihatan bingung. Pada saat itu, saya merasa seperti bangun dari tidur dan mendapati kejadian mengerikan itu. Saya tidak percaya bahwa itu nyata dan mencoba menampar pipi, namun ternyata memang saya tidak bermimpi. Darah keluar dari mulut ayah dan saya begitu panik bercampur bingung.
"Pak sampean nggak popo pak? Sampean kok metu getihe pak, dodone sampean nggak popo?  Wetenge sampean loro opo enggak pak?" (saya bertanya apakah bapak merasakan sakit di perut atau di dada, karena begitu panik melihat darah keluar dari mulut bapak)
Ayah menjawab "Nggak popo le, aku. Mung sikilku tok sing loro saiki." (bapak menjawab tidak apa-apa, hanya saja kakinya terasa sangat sakit)
Saya lega mendengarnya namun masih sangat panik.
"Awakdewe iki arepe neng endi to le?" (kita ini mau kemana to nak?)
Ayah tidak ingat apa-apa tentang kemana tujuan kami, dan sayapun tidak mengerti mengapa saya bisa sampai di tempat itu dan kemana gerangan saya dan ayah pergi di pagi buta itu. Setelah beberapa saat berapa orang mulai berhenti dan menghampiri kami. Mereka bertanya apakah kami jatuh sendiri dan bagaimana bisa kecelakaan seperti itu, namun saya tidak bisa menjawab karena tidak ingat apa-apa. Satu orang lain berkata "paling iki ditabrak elf, iki ono spion e" (mungkin ini ditabrak kendaraan elf, ini spionnya ketinggalan). Selanjutnya, beberapa polisi datang dan menanyai kami namun saya dan bapak masih tidak bisa memberi jawaban karena tidak ingat. Kami dibawa ke UGD rs terdekat namun ditolak karena tidak mampu menangani, akhirnya kami dibawa lagi ke barat melewati tempat kejadian itu menuju rumah sakit Ngudi Waluyo Wlingi. Di perjalanan ayah meminta saya untuk menghubungi saudara, siapa saja untuk datang ke rs, sayang di hp saya hanya ada nomor keponakan jauh sekaligus tetangga saya yang kuliah di Malang. Akhirnya saya menghubunginya (dek Lian) dan meminta tolong untuk menelponkan ayahnya untuk ke rs Wlingi. 

Sesampainya di rs, kami langsung dimasukkan IGD namun masih di luar karena ruang IGD sudah penuh pasien lain yang juga mengalami cedera kecelakaan. Mas Nanang (saya memanggil ayah dek Lian demikian) waktu itu sudah sampai duluan di rumah sakit dan beliau langsung kebingungan melihat saya dan bapak yang mengerang kesakitan tanpa mendapat penanganan medis. Mas Nanang juga dibuat panik oleh polisi yang memintanya untuk mengurus beberapa hal penting. Jadi waktu itu di IGD, ayah saya mengeluh kesakitan luar biasa karena kaki kanannya berdarah dan hanya diperban saja lalu ditinggal perawat dan dokter, sementara saya mengeluh kesakitan luar biasa di daerah abdomen kanan dan punggung bawah. Beberapa saat kemudian orang-orang mulai datang, mulai dari bulek saya hingga tetangga-tetangga. Semuanya berkumpul disitu. Kami masih kesakitan. Ayah sangat putus asa karena sakit yang luar biasa dan tidak segera ditangani. Menurut hasil rontgen, ayah mengalami patah di tulang paha, kaki, dan pergelangan tangan, sementara saya tidak mengalami patah tulang, hanya kuku jari manis kanan yang mengelupas. Penanganan medis untuk ayah adalah perban dan anti tetanus, sementara saya hanya suntikan antibiotik. 

Menjelang siang, saudara-saudara dari Singosari, Malang, Blitar, serta tetangga-tetangga semuanya berdatangan menjenguk kami, begitupun pada sore hari hingga malamnya. Hari itu adalah hari yang sangat panjang bagi saya dan bapak, hari yang memilukan.

Saturday, March 19, 2016

Perpisahan dengan Kos

Dua hari terakhir ini keluarga pak kos sibuk pindahan. Sedih rasanya harus berpisah dengan keluarga ini, karena saya di akhir-akhir bulan ini justru sangat akrab dengan mereka semua, terutama ibu kos yang sering bercerita banyak hal yang dialami keluarganya kepada saya. Kata ibu kos, beliau tidak pernah menceritakan hal itu kepada penghuni kos lain, jadi saya merasa terhormat untuk mendengar setiap cerita beliau. Dengan pak kos sendiri, saya juga semakin akrab karena semakin sering saling mengolok (bercanda) setiap bertemu. Suasana kos tidak pernah sepi selama keluarga ini di rumah. Maka, menyadari mereka akan pergi, rasanya keadaan menjadi tidak enak dan tidak aman seperti biasanya, terutama sesudah mengetahui watak calon pemilik yang baru.
Saya mungkin beruntung, karena setelah ini jika berhasil saya akan wisuda bulan April. Beberapa penghuni kos lain yang masih mahasiswa baru akan sangat kerepotan di minggu-minggu ini. Saya mungkin tidak perlu kos lagi dan fokus pada skripsi dan mencari pekerjaan.
Mengapa saya harus menempati kos hanya sementara dan akhirnya selalu pindah-pindah? Pertanyaan ini seringkali mengusik saya. Saya sudah di kos ini selama lebih dari 8 bulan dan sangat nyaman dengan semua fasilitas dan orang-orang disini. Saya sudah sangat nyaman bisa download file berpuluh-puluh gigabyte dan youtube-an setiap hari. Mungkin semua ini adalah bagian dari rencana Tuhan pada saya, supaya jangan terlalu lama di zona nyaman dan fokus pada kewajiban. Mungkin memang demikian; saya perlu move on dan lebih mandiri lagi.
Namun, untuk sementara ini saya akan download film-film dan beberapa hal lainnya sebanyak mungkin selama wifi gratis belum ikut pindah juga, hehe.

Kebesaran Tuhan yang Ajaib

Sekitar seminggu yang lalu keluarga saya mengadakan selamatan untuk almarhumah nenek saya. Saya berangkat dari Malang hari Sabtu membonceng ibu naik sepeda motor karena ibu saya ini sering mabuk kalau naik bus dan kendaraan roda empat lainnya. Seperti biasa, perjalanan 2 jam ini melelahkan apalagi sebelum keluar dari area kota Malang yang selalu macet. Jalanan baru terasa sepi setelah sampai di Kepanjen, namun saya tetap pelan-pelan. Di jalan raya-jalan raya yang semakin ramai seperti sekarang ini, memang sebaiknya pelan-pelan kalau berkendara atau mengemudi dan yang penting: hati-hati. Saya baru benar-benar menyadarinya kala itu ketika sampai di Wlingi, ada truk gandeng yang berhenti di tengah jalan yang sempit. Pada saat itu jalanan terlihat sepi dan saya mencoba mendahului truk itu, tetapi ternyata dari arah berlawanan ada kendaraan lain sehingga saya harus menepi kearah badan truk. Truk besar yang sebelumnya diam itu tiba-tiba kembali berjalan dan saya bingung karena memiliki ruang gerak yang sempit. Kaca spion motor terserempet badan truk namun tidak apa-apa. Ibu saya panik. Terdengar suara sesuatu yang terlindas di aspal. Setelah truk itu berjalan, tak ada kendaraan lain dari arah berlawanan dan saya melanjutkan perjalanan dan mendahului truk itu. Ibu saya masih panik namun saya yang lebih khawatir akan ibu. Namun ibu saya tidak apa-apa dan saya terus berkendara sambil mengingat-ingat kejadian itu. Beberapa saat saya langsung ingat bahwa kaki kiri saya terlindas ban truk itu. Namun ada sesuatu yang janggal. Pada saat kejadian, saya merasa benar-benar terlindas namun tidak merasa sakit dan bahkan saya sibuk menjaga keseimbangan. Saya tidak langsung menceritakan kepada ibu hal ini. 
Mungkin secara normal dan sewajarnya, kaki saya pasti sudah remuk atau kalau saya beruntung, hanya patah tulang. Namun rupanya saya jauh lebih beruntung karena kaki saya tidak apa-apa dan meskipun ban truk itu memberi bekas lindasannya di sepatu yang tipis itu, saya baik-baik saja. 
Ini adalah pelajaran berharga pada hari itu, sekaligus pengalaman luar biasa akan kebesaran Tuhan yang ajaib.

Wednesday, March 2, 2016

Ode An Die Freude

Akhir-akhir ini, khususnya di akhir tahun 2015 lalu hingga sekarang, saya tidak mendengarkan musik-musik yang biasa melekat menjadi playlist setiap minggunya. Daftar putar saya selama ini kebanyakan hanyalah musik-musik klasik dan gregorian, disamping sesekali mendengarkan musik-musik populer. Bukannya sok elegan, namun hal ini dikarenakan musik-musik itu sangat nyaman untuk suasana ngantuk. Bukan hanya itu saja, musik klasik cocok untuk suasana hati selama beberapa bulan terakhir ini. Teman-teman saya biasa menyebutnya "kosong," atau kalau saya mengartikannya, suatu kondisi tidak produktif dimana yang ada di pikiran hanyalah rutinitas harian, bermain game, dan tidur. Bulan-bulan ini saya benar benar 0! Maka saya sering mendengarkan lagu-lagu klasik itu karena serbaguna; di satu sisi dapat menenangkan hati dan dapat membuat tertidur nyenyak, dan di sisi lain dapat memberi suatu perasaan hidup dan senang. Satu lagu yang paling sering saya dengarkan adalah Symphony No. 9 atau Ode An Die Freude karya Beethoven. Lagu ini sangat saya sukai; saya selalu membayangkan saya menjadi dirigen atau conductor memimpin orkestra dan paduan suara, setiapkali mendengarkan musik yang panjangnya lebih dari 17 menit ini. 
Karena keadaan kosong ini, saya juga mulai mencoba belajar bahasa Jerman. Beberapa pengajaran dasar bahasa Latin yang saya terima sewaktu SMA rupanya sangat membantu. Saya hanya perlu menghafal beberapa elemen dasar dan menambah kosakata bahasa Jerman yang sekiranya umum dan sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Oke kawan, demikianlah! if u're "0", keep being cool! Semoga hari-harimu tidak 0 ya! Mugo-mugo umak kadit kosong! Hehe

Wisuda Teman-teman

Sabtu, 28 Februari yang lalu adalah hari wisuda teman-teman sejurusan saya yang sudah berhasil menyelesaikan sidang skripsi mereka di akhir semester lalu. Pada hari itu saya menemui mereka seusai wisuda meskipun tidak semuanya karena saya terlambat. Siang itu saya melihat keceriaan dan kemeriahan di wajah para wisudawan-wisudawati berserta keluarga dan teman-teman mereka. Suasana itu membuat saya turut bergembira. Saya dengan beberapa teman waktu itu hanya bisa berfoto bersama teman wisudawati kami Octa, karena yang lain sudah pulang lebih dulu. Seusai kemeriahan wisuda dan keramaian yang menyenangkan, gedung wisuda dan sekitarnya tiba-tiba kembali seperti semula, sepi.
Semoga setelah lulus, Octa berhasil dan tetap langgeng dengan Bagas!
Nampaknya hujan menjadi penutup hari meriah di gedung itu dan semua orang kembali ke kediaman masing-masing. Saya dan beberapa teman masih ngobrol-ngobrol sambil menunggu hujan reda. Setelah beberapa puluh menit, akhirnya kami semua pulang sementara teman kami, Satrio masih harus kuliah. Saya kembali ke kos bersama Rendi yang menitipkan sepeda motornya. Setelah meninggalkan kampus, ada sesuatu yang mengganjal pikiran. Saya pikir itu hanyalah perubahan suasana hati saja karena beberapa menit sebelumnya berada di suatu kemeriahan lalu tiba-tiba kembali ke kediaman yang sepi. Namun bisa jadi perasaan tidak enak itu adalah suatu ketidakrelaan untuk berpisah dengan teman-teman. Saya sendiri kadang merasa ragu dan gentar menghadapi hari-hari yang akan datang setelah kelulusan. Apapun yang mengganjal pikiran pada waktu itu, satu hal yang pasti adalah perpisahan dan hidup yang baru. Saat ini yang saya harapkan adalah hal baru menyenangkan yang menyibukkan saya sehingga hidup terasa penuh dengan. petualangan. Demikianlah, kawan. Jika engkau memiliki harapan yang sama, semoga segera menemukannya

Monday, February 1, 2016

Konser Graciosso Sonora & Children Music Choir



Pada Rabu petang minggu lalu di gereja katedral Ijen Malang diadakan konser paduan suara kolaborasi antara Graciosso Sonora dari Malang dan Children Music Choir dari Korea Selatan. Saya mendapat info dari grup alumnus SMA dan memutuskan untuk hadir karena pada tahun ini dua teman SMA saya berhasil bergabung dengan Graciosso Sonora, salah satu kelompok paduan suara dari Indonesia yang paling sukses, yang membuat banyak teman-teman SMA kagum karena berbagai piala dan penghargaan yang telah diraih. Jadi pada kesempatan ini saya ingin melihat secara langsung bagaimana teman saya ini tampil bersama orang-orang hebat.
Konser dimulai pukul 19:30 dan saya duduk di bangku paling depan di deret kiri; tempat yang pas dan lumayan sangat dekat dengan koor yang tampil. Semua acara dibagi menjadi dua sesi dan GS tampil lebih dahulu. Teman saya Shandy yang sering dipanggil Shandong tampil, sedangkan Beny menjadi panitia mengurusi tiket para penonton. Ini kali pertama saya melihat secara langsung penampilan Graciosso Sonora dalam konser dan malam itu mereka sungguh luar biasa, seperti yang diceritakan orang-orang dan seperti yang saya lihat di YouTube. Ohya, saya juga mendengar suara Shandong; tidak begitu mengetahui masuk golongan suara apa teman ini namun saya pikir suara bass/baritone. Shandong memang hebat; dulu semasa SMA ketika saya sudah bergabung paduan suara SMA ia belum memulai apa-apa dan kini ia sudah jadi anggota GS, sedangkan saya tak tergabung kelompok paduan suara apapun. Saya bangga akan teman ini, yang dulu adalah anggota tim sukses lomba karya tulis antar SMA se-Jatim dan Bali.
Setelah penampilan Graciosso Sonora, Children Choir giliran tampil. Mereka ini adalah segerombolan anak-anak oriental yang menggemaskan seperti Triplets yang disukai para gadis di Sosmed. Pada sesi pertama mereka mengenakan setelan jas mini berwarna putih, sedangkan di sesi kedua mereka mengenakan pakaian khas Korea (seperti kimono). Penampilan mereka sangat menggemaskan karena gerakan-gerakan dan tarian yang dilakukan oleh beberapa anak, dan suara mereka, saya katakan glorious dan heavenly. Saking merdunya, mereka tampak seperti malaikat-malaikat kecil bernyanyi ria di depan altar; mereka semua memesona para penonton yang hadir.
Saya senang bisa datang dengan untuk melihat konser yang luar biasa seperti itu. Melihat konser paduan suara semacam ini memberi semangat hidup lagi, terutama bagi saya yang saat ini sedang terpuruk karena progress skripsi yang tersendat dan kekhawatiran-kekhawatiran lainnya. 

Friday, January 15, 2016

Tentang Hukum Allah

Setelah mendengar cerita dari Rendi, ibu kos, bude saya, keluarga paklik saya, dan melihat  apa yang bapak saya alami, saya mengambil kesimpulan bahwa rupanya hukum manusia terkadang tidak sesuai dengan hukum Allah. Uang dan rasa iri adalah dua hal yang berbahaya dan tak mengenal kemanusiaan dan moral apabila bertemu dan bereaksi secara negatif. Warisan mungkin memang terkadang tidak memiliki bukti tertulis yang dibuat dengan berbagai prosedur dan aturan yang berlaku, namun seperti yang dikatakan ibu kos, di surga hal itu juga ditulis, bahkan lebih dulu jadi daripada bukti yang dibuat manusia. 
Warisan mungkin terlihat tidak adil ketika diberikan kepada satu anak saja, namun tentu orangtua punya alasan sendiri mengapa anak itu mereka pilih untuk menerima warisan. Pak Rudi menerima warisan dari orangtuanya karena ia merupakan satu-satunya yang kurang sukses seperti saudara-saudarinya, sama seperti ibu teman saya yang menerima warisan karena saudari-saudarinya dinikahi oleh orang-orang kaya. Orangtua memutuskan dan di surga hal itu dicatat dan siapapun yang bermain-main dengan aturan itu akan mendapat konsekuensinya sendiri, demikian kata ibu kos. 
Demikianlah yang dapat saya bagikan kali ini.

Tentang Kos yang Dijual

Setelah pindah dari kos yang dulu dijual pemiliknya dan tinggal di kos baru selama satu semester, di liburan ini saya mendapati kos sekarang ini juga dijual. Alih-alih membuat kaget dan shock, hal ini justru ironis dan lucu, melihat begitu apesnya saya ketika berurusan dengan yang namanya kos-kosan. Namun untungnya, setelah mendengar cerita ibu kos, saya mungkin masih bisa menempati kos itu bersama keluarga pemilik kos hingga bulan Maret.
Jadi rupanya, menurut ibu kos, nasib keluarga ini seperti nasib keluarga teman saya Rendi. Bapak kos dahulu menempati rumah itu sebagai warisan dari orangtuanya, mungkin di awal 80-an. Di tahun 2015 ini, saudari dari bapak kos sepertinya iri hati dan ingin mendapat warisan itu juga, jadi dia berdiskusi dengan saudara-saudara lainnya yang ternyata justru setuju dengan pendapatnya untuk membeli rumah itu dengan harga murah. Hal ini membuat keluarga pak Rudi didesak terus menerus, dan semakin terpojok karena tidak ada yang mendukungnya. Jadi sekarang pak Rudi dan bu Ninik sedang mencari kontrakan. Mereka sebenarnya sudah memiliki rumah baru namun sedang dikontrak oleh sebuah keluarga dan mereka tidak mau mengusir mereka begitu saja, sehingga harus mencari kontrakan karena suasana di rumah kos tidak mengenakkan karena kehadiran para saudara pak Rudi yang selalu membuat keruh suasana. 
Ibu kos bercerita tentang hal ini hingga matanya berkaca-kaca. Setelah itu saya dengar pak Rudi memanggil ibu Ninik dan dengan segera ibu Ninik menghampiri pak kos dengan nada ceria yang sangat kontras dengan ekspresi wajahnya sewaktu bercerita kepada saya. Demikianlah rupanya cerita dibalik kos yang dijual ini.

Masuk Kuliah

Liburan yang lumayan panjang ini sudah tinggal dua hari saja. Setelah ini, hal yang seharusnya saya lakukan adalah segera melanjutkan progress skripsi dan sering-sering berkonsultasi dengan dosen pembimbing, namun setelah melalui liburan yang ternyata menggembirakan ini, rasanya berat untuk memulai lagi dan kembali ke kesibukan seperti pada waktu sebelum liburan. Karena hal ini, saya kadang mempertanyakan daya juang dan sempat berpikir bahwa rasa malas adalah penyebab saya tidak sidang di semester yang lalu. Mungkin cocok apabila dikaitkan dengan berhentinya skripsi saya di penghujung semester 7, namun beberapa faktor lain yakni tugas akhir yang banyak dan faktor dosen pembimbing juga tidak dapat dipungkiri; dua hal ini bukan hanya menghalangi saya, namun juga teman-teman sekelas.
Pada hari Senin ini, kampus akan terisi dengan aktivitas aktif seperti biasanya. Sementara itu, saya (rencananya) akan membenahi lagi skripsi saya dan mungkin beberapa teman akan mencari berbagai macam pekerjaan untuk mengisi waktu luang.