Thursday, August 17, 2017

Have I Lost The Light


Sore ini saya membuka kumpulan musik yang seringkali saya dengarkan semasa kuliah dulu. Dulu, musik-musik itu terasa seperti background music kehidupan saya sehari-hari. Hati saya dipenuhi dengan gejolak dan impian besar tentang suatu kecemerlangan di masa depan; musik latar belakang yang mengiringi kegiatan sehari-hari yang saya anggap sebagai sebuah proses dan perjuangan menuju kecemerlangan itu. Dan seperti layaknya film, selalu ada musik yang tepat untuk setiap suasana.

Seperti ketika merasa sebagai underdog yang dipenuhi dengan impian-impian, lagu Viva la Vida dengan megah mengiringi suasana itu. Lalu, sebagai contoh lain ketika sedang merasa bebas dan kokoh seperti burung rajawali, lagu The Killers, Human menjadi latar yang tepat. Kemudian, seiring bertambahnya waktu, referensi musik latar belakang saya bertambah; saya banyak mendapatkannya dari film-film, dari teman-teman, dan dari penjelajahan di internet yang juga terkadang menambah musik-musik yang menurut saya bagus dan berkesan. Saya juga lebih mengenal musik klasik, yang rupanya sangat memikat hati dan saya jadikan musik latar, seperti Ode to Joy,  yang selalu terasa seperti bergema merdu megah dan syahdu tiapkali hati saya gembira dan dipenuhi dengan harapan serta impian.

Saya tidak begitu perhatian apa yang dikatakan orang sebagai musik berkualitas, karena berbagai genre dapat menjadi background di setiap scene perjalanan hidup saya. Bahkan, lagu campursaripun juga masuk dalam montase itu.


Dulu, jiwa saya penuh dengan gejolak dan impian, serta ambisi besar yang terasa seperti gumpalan cahaya di dalam dada, yang sorot-sorotnya mendesak keluar lewat celah-celah yang ada. Atau, terkadang kepala saya terasa seperti kembang api; ingin meledak dan menghasilkan dentuman keras serta rentetan pemandangan warna-warni di langit. Dan ketika hati mendengungkan suara kebebasan, jiwa saya melonjak dan tubuh terasa ringan, seolah-olah ingin membumbung tinggi di angkasa.


Waktu berlalu dan saya menyadari bahwa kini, cahaya itu tidak pernah saya sadari lagi kehadirannya. Apakah saya telah kehilangan impian ? Tidak juga, karena jauh di lubuk hati masih terdapat harapan untuk kecemerlangan hidup. Saya mengakui, kekhawatiran merubah beberapa hal dalam hidup saya. Saya bermimpi tentang kebebasan dan kecemerlangan, namun karena kekhawatiran akan masa depan, di sisi lain hati saya menginginkan pekerjaan tetap dan terjamin (sebagai PNS). Saya terlalu sibuk dengan pekerjaan dan mencurahkan sebagian besar waktu untuk menyelesaikan tugas-tugas dan tanggungjawab profesi. Energi positif dan gejolak serta gelora akan kebebasan itu seolah-olah terasa menciut dan redup, terutama setelah lulus dan mendapati kenyataan hidup; bagaimana sulitnya mencari pekerjaan dan (sekarang) susahnya mencari uang (bekerja). Saya juga mengakui bahwa saya tidak kunjung bangkit mengambil sebuah langkah baru yang mengarah kepada impian-impian akan kecemerlangan itu. Namun untuk sementara ini, saya pikir cara terbaik ialah “menanam” sesuatu, melakukan percobaan-percobaan kecil yang insyaallah dapat mengantarkan saya pada kebebasan dan kehidupan cemerlang yang dirindukan jiwa ini sejak lama.

Sunday, August 6, 2017

(Mungkin) Bisa Menjadi Seperti Udang Sentadu

Terkadang saya berpikir apakah saya ini tidak bersyukur sudah memiliki pekerjaan. Mengapa kok selalu mengeluh. Namun, saya concern karena memang keadaan ini merugikan orang-orang di sekitar saya, terutama rekan-rekan kerja, orang-orang baik yang menerima saya menjadi bagian hidup mereka. Mereka semua perempuan, dan saya sungguh merasa iba melihat rekan yang rumahnya jauh dan harus ngekost. Dengan pekerjaan yang demikian banyak, apakah sesuai dengan pengeluarannya sebagai anak kost? Perasaan iba yang lebih besar tertuju pada rekan senior yang sudah mengabdi sejak lama, sementara mereka dipindahtugaskan lagi di lapangan; sebuah cara halus korporat untuk menghemat biaya pengeluaran gaji karyawan, sebab, yang tidak mengikuti sistem baru akan dikeluarkan / harus resign dan perusahaan tak akan perlu untuk memberi pesangon. Terlebih dengan mengganti mereka dengan karyawan outsourcing, maka perusahaan tak perlu mengalokasikan dana untuk gaji pensiun karyawan. Sungguh sebuah langkah yang pintar bukan? 

Lalu sebagai karyawan outsourcing, untuk masalah kesejahteraan tak perlu dipertanyakan lagi. Masalah pekerjaanpun juga demikian. Orang-orang didaerah saya menyebutnya "diporsir" atau diperas, diminta bekerja secara maksimal, diberi pekerjaan dan tanggungjawab banyak sementara mereka tidak mau ambil pusing tentang bagaimana kami harus menyelesaikannya. Mereka orang besar.

Lalu , sebagai orang kecil apakah saya dan rekan-rekan harus tertindas terus? Mungkin tidak. Saya mengambil perumpaan udang sentadu. Binatang laut ini sangat kecil, tak lebih besar dari telapak tangan orang dewasa. Hidupnya di karang-karang atau di di dasar laut. Namun meskipun ukurannya kecil, ia tidak bisa diganggu ataupun ditindas binatang lain, bahkan yang ukurannya jauh lebih besar. Udang sentadu memiliki semacam "tinju" yang keras, yang ia gunakan untuk mencari makan dan mengusir binatang lain yang hendak memangsanya. Gurita besarpun mundur apabila terkena pukulannya. Jadi meskipun kecil, namun oleh karena Sang Pencipta menganugerahinya "tinju" itu, udang sentadu tidak dapat ditindas maupun diganggu. 


Kami mungkin bisa seperti udang sentadu itu. Hidup memang seperti ekosistem bawah laut. Makhluk-makhluk besar dan kecil berada di satu tempat, sehingga yang kecil cenderung terancam. Kehidupan mungkin dapat diumpakan demikian. Orang besar dan kecil hidup berdampingan dan yang kecil cenderung ditindas dan dimanfaatkan. Namun, mungkin orang-orang kecil dapat menyikapi kehidupan dengan menjadi seperti udang sentadu. Biota kecil nan tangguh ini dianugerahi "Tuhan" dengan "tinju" hebat yang dapat mengejutkan lawan dan penindasnya. Menurut saya, kita manusia, makhluk yang paling Tuhan cintai, dianugerahi sesuatu yang lebih hebat daripada tinju udang sentadu, yaitu "akal". Saya dan rekan-rekan saya mungkin dapat menjadi seperti udang sentadu. Kami dapat menyikapi keadaan ini dengan "mengakalinya" dengan segala cara yang dapat dipikirkan. 


Perubahan Sistem Kerja

Pada minggu ini, peraturan di tempat kerja berubah. Karyawan masuk mulai jam 10, lebih siang daripada biasanya. Namun, dengan perubahan ini maka gaji lemburpun tidak ada, meskipun pulang larut malam. Atau, jika ada , gaji lembur akan sangat sedikit dan itupun mungkin hanya terjadi di akhir bulan, dimana selalu terdapat pekerjaan lebih dari biasanya. Hal ini tidak masalah bagi saya pada awalnya, karena mengetahui jam kerja yang lebih siang, maka saya dapat melakukan banyak hal lain di rumah. Namun, kenyataannya berbeda. Biasanya dengan masuk pagi, kami dapat menangani berkas-berkas di hari kemarin dan mengecek dokumen-dokumen untuk transaksi di waktu mendatang. Setelah sistem baru ini diterapkan, kami tak ada lagi waktu untuk hal itu, padahal jika tidak menyelesaikannya, kami sendiri yang akan “keteteran” dan salah, terutama sebab karena itu ialah kewajiban kami. Untuk mengatasi hal ini, saya terpaksa membawa pekerjaan ke rumah untuk melakukan koreksi dan menata dokumen-dokumen transaksi. Hal serupa nampaknya juga dilakukan oleh rekan kerja saya, karena memang sudah tidak ada waktu lagi di kantor untuk melakukannya.

Ini menjadi satu hal besar yang seringkali memenuhi pikiran saya. Jam kerja dikurangi, namun pekerjaan tetap dan bahkan bertambah banyak. Tidak mendapat lemburan namun tetap bekerja meskipun sudah di rumah. Mengatasi hal ini, saya mencoba untuk berpikir positif dengan membaca cerita pekerja-pekerja di ibukota yang mengalami hal serupa, atau mendengar cerita teman, sanak-saudara dan tetangga tentang kesulitan mereka di tempat kerja. Hal ini cukup membantu, karena membuat saya merasa tidak sendirian. Namun, tetap saja, ada semacam perasaan tertindas oleh korporat dan sistem yang dibuatnya. Ditambah, sehari-hari saya memiliki angan-angan untuk berwirausaha dan menjalani hidup yang bebas (tidak ikut orang/ perusahaan) serta simpel. Atau, menjadi seorang pegawai negeri sipil. Dua hal diatas menurut saya ialah solusi atas kegelisahan selama ini. (Dulu padahal saya memiliki mimpi menjadi orang besar dan terkenal, namun rupanya yang saya idamkan kini ialah kemapanan sebagai PNS atau wirausahawan yang sukses. Sungguh ironis memang; hahaha). Nah maka dari itulah saya merasa  “diakali” oleh korporat. Saya tahu satu hal yang menjadi tujuan para korporat ialah hasil maksimal (kerja bagus dari karyawan dan profit besar) dengan pengeluaran minimal (pengeluaran untuk gaji karyawan sedikit). Sungguh pintar mereka itu. Dengan sistem baru ini maka mereka tak pelu membayar meskipun karyawan pulang larut, namun tetap mendapatkan hasil maksimal karena karyawan tetap (terpaksa) bekerja di luar jam kerja kantor (mengerjakan di rumah). Merekapun tak ambil pusing soal masa depan karyawan. Mereka orang besar. Nah, bagaimana dengan saya? Saya pusing dan lemas tiapkali melihat tumpukan-tumpukan berkas itu. Namun saya berusaha maksimal hingga memohon dalam doa supaya Tuhan membantu saya dalam menyelesaikan tanggungjawab-tanggungjawab itu. Demikianlah hari demi hari saya berusaha sampai “mentok”, hingga mata kedutan karena saking lelahnya dan kepala pusing bukan kepalang.

Pencerahan

Akhir pekan ini, terutama hari ini, sebuah pencerahan datang. Dalam lamunan saya berkata dalam hati;

Ohya, kenapa sih saya mau berpikir pusing-pusing dan diakali terus. Bukankah selain kewajiban saya juga punya hak?” Mengapakah saya takut akan peraturan dan penghakiman manusia? Bukankah seharusnya saya hanya takut akan penghakiman dari Tuhan?”

Sungguh, hai kawan, ketika cobaan terasa berat, bersandar pada Tuhan atau memunculkan perasaan tunduk dan takut akan Tuhan ialah jawaban dan satu-satunya jalan terbaik.

Mengapakah saya berusaha hingga menguras seluruh tenaga saya untuk sesuatu yang bersifat duniawi? Bukankah saya seharusnya mengejar hal-hal surgawi dan berusaha untuk hidup berkenan bagi Allah?Tuhan telah menunjukkan bahwa Ia memelihara saya dan keluarga saya, jadi seharusnya saya tak perlu khawatir akan apapun yang terjadi kedepannya.

Kata-kata diatas sungguh menghibur dan melegakan. Namun, meskipun berasal dari dalam hati saya sendiri (bukan nasehat orang), tidak mudah untuk melakukan seperti yang hati saya katakan tersebut. Seringkali ketika kesulitan datang , hati saya mudah gentar dan pikiran kacau dengan mudahnya. Jadi untuk saat ini, saya akan bekerja seperti biasanya, namun saya akan kembali memperhatikan diri saya sendiri dan mengerjakan sebisa saya sesuai dengan waktu yang diberikan oleh perusahaan di kantor.






Saturday, July 15, 2017

Kehidupan Yang Simpel Atau Sederhana

Ini juga hal yang sangat saya inginkan, yang sangat amat saya butuhkan. Saya ingin hidup yang tidak muluk-muluk. Saya ingin tetap bisa mencari nafkah namun dekat dengan handai taulan dan memiliki kebebasan.

Waktu untuk berkumpul dengan orang-orang tercinta,
kawan-kawan terdekat,
dan waktu untuk diri sendiri untuk melakukan kegiatan yang disukai


Sungguh kehidupan yang indah!

HP IDAMAN

Hal yang saya inginkan biasanya ialah yang sangat saya butuhkan. Saat ini saya sangat membutuhkan smartphone baru dengan spesifikasi yang memadai. Jam kerja yang padat dan seringnya memakai koneksi internet dan telepon membuat saya kewalahan karena gadget yang saya pakai masihlah Galaxy Ace 3, ponsel lawas yang spesifikasinya sangat tidak memadai itu. Baterai yang boros berserta RAM kecil seringkali merepotkan saya dalam pekerjaan dan aktivitas lainnya. Maka, beberapa waktu kedepan ini saya akan menabung dan tidak makan 2 bulan untuk membeli sebuah smartphone yang tidak terlalu mahal namun spesifikasinya mendukung. Hehe

Pilihan saya pertama jatuh pada Xiaomi Note 4x yang berharga di kisaran 2 ribuan namun memiliki spesifikasi 'dewa' yakni dengan layar lebar 1080p full HD, RAM 2-4 GB, baterai 4000 mAh, kamera 13 MP & 5 MP, serta konektivitas 4G , ROM besar serta prosesor Snapdragon yang tangguh. Pada rentang harga tersebut, smartphone ini ialah yang terbaik spesifikasinya. Saya berencana membelinya pada akhir bulan ini. Namun, setelah berjumpa seorang teknisi yang melakukan perbaikan di tempat kerja, saya berubah pikiran. Ia menyarankan untuk menaikkan budget sedikit untuk membeli ASUS Zenfone 3 Max, yang tangguh dengan spesifikasi lebih dari sama dengan Xiaomi Note 4x. Kekurangan dari Xiaomi terletak pada kamera. Zenfone 3 Max unggul jauh dalam kamera karena dilengkapi mode manual yang memungkinkan pengguna untuk memotret layaknya menggunakan kamera DSLR. 

Hmm, by the way saya tidak sadar melakukan review smartphone. Maafkeun!

Jadi intinya saat ini saya akan lebih semangat lagi bekerja demi gadget idaman ini. Ohya, ponsel yang rencananya saya beli pada akhir bulan Agustus ini nanti juga akan menjadi saksi dan bukti bahwa saya bisa survive dengan pekerjaan ini. 

Perjuangan sedang berlangsung! Semangat!! Tidak makan 2 bulan tak masalah karena saya makan terang bulan bukan 2 bulan.




Oposeh
Garing?
Hehe maafkan. Saya terlalu bersemangat.

Akhir Pekan Maksimal

Untuk akhir pekan ini, saya telah berencana melakukan beberapa hal yang sudah saya list. Syukurlah selama satu hari yang panjang ini saya dapat memenuhinya, sekaligus memanfaatkan waktu luang secara maksimal.
Hal pertama ialah menanam biji cabai, lavender dan lidah buaya. Setelah membersihkan rumah, saya mandi lalu hendak berkebun menanam biji cabai di polybag. Namun setelah mendapat kabar tentang bibi yang opname, saya membatalkannya. Maka saya dan ibu pergi ke kota Blitar menjenguk bibi di RS. Setelah kurang lebih satu jam disana, kami pergi ke toko bunga untuk membeli bibit lavender dan lidah buaya. Kami mendapatkannya. Saya membeli dua tanaman lavender dan satu lidah buaya. Selanjutnya kami mampir ke sebuah kios untuk membeli madu hutan. Setelah itu perjalanan berlanjut ke toko perkakas bengkel untuk membeli pompa, yang ternyata tidak ada sehingga kami langsung pulang dan sampai di rumah pada jam 11-an. Saya menghentikan motor sebentar dam mampir di kios kecil untuk membeli es krim Aicee. 
Karena sudah siang sampai rumah dan lelah, ditambah udara dan sinar matahari yang sudah terik, maka saya tidak jadi menanam bibit cabai. Lavender dan lidah buaya sudah tertanam di polybag dan hanya perlu pindah media tanam. Rencananya, besok pagi saya akan menanam bibit cabainya.


Aktivitas saya selanjutnya tidaklah banyak. Saya tidur nyenyak selama beberapa jam lalu bangun pukul setengah empat dan mulai berolahraga. Pada awalnya hanya ingin mengambil uang di ATM, namun akhirnya saya pakai untuk olahraga sekaligus dengan naik sepeda. Bersepeda di sore hari tidak begitu menyenangkan karena banyak pengguna jalan. Sebenarnya waktu yang tepat adalah siang hari, di kala terik-teriknya matahari dan jam-jam kerja sehingga sedikit orang berlalu-lalang di jalan.
Bagaimanapun, bisa bersepeda ialah suatu hal yang sangat pantas disyukuri, terutama karena dalam lima hari saya tidak melihat hari (dunia luar, dan langit biru) [tak tahu petang atau hari, hujan atau terikpun tidak tahu]. Bersepedapun juga mengajarkan saya untuk sabar. Alon-alon sing penting kelakon (pelan-pelan yang penting terlaksana). Selain itu, karena biasanya naik kendaraan bermotor dan bebas mengatur kecepatan yang diinginkan, bersepeda terasa seperti mengajarkan supaya saya harus sabar karena akan lebih lama mencapai tempat tujuan, dan juga supaya menyesuaikan ekspektasi dan kapasitas. Bersepeda berbeda dengan mengendarai motor. Saya harus menyesuaikan ekspektasi kecepatan dengan kapasitas fisik saya yang terbatas. Mungkin dalam kehidupan juga harus begitu, hehe. 


Saya mampir di seminari, sekolah almamater saya, dan berlari memutari lapangan sebanyak tiga kali lalu beristirahat karena sangat lelah dan ngos-ngosan. Setelah itu saya pulang, melewati jalan kecil di tengah-tengah area persawahan. 



Sungguh hari yang indah! Saya merasa lega hari ini karena dapat memanfaatkan akhir pekan dengan maksimal. Syukur kepada Allah!!!!!!!

Minggu Yang Berat dan Kesaksian

Awal minggu adalah pukulan hebat bagi karir saya. Bos saya memberi peringatan karena ada banyak sekali ketidak lengkapan dokumen yang sudah saya periksa. Ia juga mengungkapkan kekecewaannya atas kinerja saya yang sembrono. Saya sendiri mengakui ketidaktelitian itu karena fokus pada belajar melakukan input data dan mengesampingkan tanggungjawab sebagai verifikator dokumen.


Sebagai pertanggungjawaban, saya diberi waktu dua minggu (minimal sebelum akhir minggu depan) untuk meminta MMS (bagian orang lapangan) melengkapi dokumen-dokumen yang kurang. Masalahnya adalah bahwa dokumen yang kurang lengkap itu ialah transaksi bulan Juni yang lalu. Sulit mendapatkan respon dan bantuan dari MMS untuk melengkapi kekurangan dokumen-dokumen tersebut karena mereka sendiri sudah sibuk dan sedikit waktu untuk mencari arsip transaksi bulan lalu.

Pikiran saya amburadul tak karuan karena hal ini. Pekerjaan sehari-hari sudah cukup memusingkan, ditambah beban ini. Muncul di pikiran saya untuk pasrah dan meminta bos memecat saya, supaya saya bisa kembali menjadi freelancer atau memenuhi panggilan suatu instansi.  “Jika saya keluar dan menyetujui perjanjian dengan instansi itu, saya tidak akan pulang petang setiap hari seperti ini.” Pekerjaan saat ini memang seringkali membebani pikiran terutama karena jam kerja 12 jam (dari jam 8 pagi sampai jam 8 malam normalnya {akhir bulan bisa sampai jam 10 malam}). Jika menjadi karyawan di instansi itu, saya akan dapat pulang jam 4 setiap hari rata-ratanya, dengan hari kerja sampai hari Sabtu. Akan tetapi, saya pikir ini bukan hal yang tepat dilakukan.

Memang dua hari di awal minggu ini menguras semangat dan tenaga; setiap hari ketika berangkat saya tidak bersemangat. Melihat orang-orang plat merah membuat iri hati (jam kerja dan kesejahteraan). Lalu ketika melihat orang-orang yang berwirausaha saya mbatin betapa mereka bebas dan tidak terikat seperti diri saya saat ini.

Melihat tumpukan berkas yang tidak lengkap itu benar-benar memusingkan. Sungguh ini menjadi momok. Saya lesu setiap hari dan lemas setiap berangkat ke kantor. Pikiran untuk resign terus mendorong saya. Namun, tiap kali saya mengeluh, ibu memberi nasehat untuk bertahan dulu sebisa mungkin. Saya yang sudah tidak punya semangat akhirnya menempuh suatu jalan terakhir.

Saya bersujud kepada Allah, mengakui ketidakmampuan dan keterbatasan diri untuk menanggung beban itu. Saya memohon ampun untuk dosa-dosa hina yang saya lakukan di minggu-minggu sebelumnya. Saya memohon belaskasih Allah karena telah berbuat keji dan jahat karena telah menghujat-Nya dengan pikiran-pikiran dan perbuatan yang hina-dina. Saya memohon kekuatan pada Dia yang empunya kuasa terbesar di alam semesta ini. Saya bersujud dan menyembah-Nya. Pagi-pagi sebelum berangkat dan di malam hari setelah pulang saya bersujud.

Saya juga mendengarkan sabda-Nya, terutama tentang bagaimana Allah menjanjikan kebahagiaan dan kehidupan bagi hamba-hamba-Nya yang takwa. “Allah memberkati Abraham, Ishak, Yakub, dan keturunannya. Allah menjanjikan mereka rencana besar-Nya pada diri mereka. Maka aku akan memohon ampun pada-Nya. Aku juga akan memohon supaya Ia membantuku dalam kesulitan, karena kuasa-Nya tak terbatas, kuasa-Nya yang terbesar di semesta ini. 

Lalu saya juga mendapatkan beberapa kutipan dan permenungan orang-orang akan Sabda Allah:


“Manusia tidak bisa menyenangkan Allah dan yang bukan Allah yaitu iblis dan para pengikutnya di saat yang bersamaan.”(In Ezechielem Homiliae, 9).

“Dengan sungguh-sungguh Yakub berjuang dalam pergulatan hidupnya bersama dengan Allah. Sesudah pengalamannya yang mendalam, pandangan Yakub tentang Allah berubah. Dia pun mendapatkan berkat melimpah.”

“Pandangan Tuhan tertuju kepada mereka yang takwa, kepada mereka yang berharap akan kasih setia-Nya. Ia hendak melepaskan jiwa mereka dari maut, dan memelihara hidup mereka pada masa kelaparan.

“Demi keselamatan hidup kalianlah, Allah menyuruh aku mendahului kalian ke Mesir.” (Kata-kata Yusuf kepada saudara-saudaranya yang dulu berbuat jahat padanya)

“Sebelum menjadi pembesar di Mesir, Yusuf mengalami banyak penderitaan akibat kejahatan saudara-saudaranya. Namun di dalam semuanya itu Yusuf melihat rencana besar Allah untuk memelihara kehidupan keluarganya.

“Kita bisa mengeluh karena semak-semak mawar memiliki duri/ bersukacita karena semak duri memiliki mawar.”


Kutipan-kutipan ini ialah berasal dari buku renungan dalam beberapa hari. Setelah saya kembali kepada Allah dan membaca sabda-Nya setiap hari, kutipan-kutipan ini terus melekat dalam kepala, dan menyatu dalam sebuah rangkaian yang beriring-iringan bersuara dalam hati.

Pertama, saya sadar bahwa selama ini setengah-setengah dalam ketaatan. Saya tidak total dalam mengabdi Allah. Sebagai hamba seharusnya saya hanya menyenangkan Allah semata dan selalu mengingat-Nya setiap saat sehingga akan terhindar dari dosa. Kedua, dalam masa kesulitan seperti ini seharusnya saya seperti Yakub, yang berjuang bersama Allah dalam setiap pergumulan hidupnya. Ketaatan adalah yang utama, karena Ia akan memerhatikan mereka yang takwa dan memelihara mereka di kala “kelaparan”. Saya harus lebih takwa pada Allah supaya Dia memelihara saya di masa “kelaparan” atau dalam kesulitan ini, serta percaya bahwa Allah telah merencanakan sesuatu yang besar bagi saya, seperti Yusuf melihat bahwa segala kesulitan yang ia hadapi adalah rencana Allah untuk memelihara kehidupan keluarganya dan keturunannya. Yang terakhir, dalam kesulitan ini saya menyadari bahwa saya bisa memilih bersukacita karena ada harapan di masa kesusahan ini. Harapan untuk bisa meraih kesuksesan di masa depan sebagai wirausahawan, harapan untuk bisa membahagiakan keluarga, dan harapan untuk menjadi insan yang berguna bagi orang banyak.

Namun, diatas semua harapan itu, saya percaya bahwa Allah memelihara saya, saya tak perlu khawatir. Allah memelihara Abraham serta keturunannya. Dia juga akan memberkati hidup saya. Semut dan burung pipitpun Ia pelihara, apalagi manusia makhluk yang paling Ia cintai.

Saya tak perlu khawatir masa depan. Allah telah menyiapkan semuanya.

Bantuan

Dengan bersujud dan menyerukan nama Allah, hati saya lebih tenang. Pikiran sayapun lebih jernih. Saya perlahan bisa mencicil tanggungan-tanggungan itu. Allahpun telah membantu saya, lewat bu Ira, orang tertinggi di wilayah operasional daerah ini, yang mengimbau anak buah MMSnya untuk melengkapi beberapa dokumen. Saat ini, beberapa dokumen sudah saya terima. Masih ada banyak kelengkapan yang belum saya dapatkan, namun sekarang saya lebih tenang dan percaya karena telah menyaksikan bagaimana Allah membantu saya dalam kesulitan dan menghibur kala saya bersusah hati.

“Mulialah Allahku, Allah Yang besar, Allah yang kudus, Allah yang Kekal dan berkuasa untuk selama-lamanya!!!

“Orang tertindas berseru, didengarkan Tuhan dan diselamatkan Tuhan dari segala derita.”


���'

Thursday, June 29, 2017

Pernak-pernik Juni, Ramadhan dan Lebaran

Bulan Juni menyuguhkan saya berbagai macam pengalaman berharga dan tidak terduga. Selama setahun saya masih menjalani hal yang sama; tak kunjung mengalami perkembangan signifikan dari keterpurukan. Bulan ini dapat dikatakan sebagai titik balik yang sangat berarti dalam kehidupan saya.

Naik Level

Di bulan ini saya merasa naik level karena mendapatkan pekerjaan. Meskipun sampai saat ini masih merasa kewalahan dengan pekerjaan itu, namun setidaknya saya sudah bekerja. Di bulan lebaran ini, saya berkesempatan menjadi yang memberi (uang saku/sangu/angpao) kepada keponakan-keponakan; hal ini sangat menggembirakan, sebab saya bisa benar-benar merasa naik level menjadi orang dewasa, hahaha.

Momok Pekerjaan, Mimpi Buruk !

Di liburan ini, saya khawatir dengan waktu yang berlangsung dengan cepat. Tidak lama lagi liburan akan habis. Saya masih mendapat mimpi buruk, yakni mimpi kewalahan menangani pekerjaan administrasi yang rumit. Ini adalah momok terbesar saat ini. Jujur saya tidak begitu menikmati pekerjaan di ruangan itu, yang memeras pikiran dan konsentrasi. Namun, kerja dimana yang tidak “tidak enak” ?, demikian kata orang. Saya setuju; kerja itu memang harus tirakat. Orang berhasil tidak selalu mengawali langkah mereka dengan kemudahan. Perasaan takut dan tidak nyaman akan pekerjaan kerapkali terbawa sampai tidur. Sungguh benar-benar momok yang menakutkan!

Semangat Handai Taulan

Hari pertama lebaran, keluarga besar berkumpul di rumah, kecuali ibu yang masih bekerja hingga hari keempat lebaran. Perjumpaan dengan sanak saudara selalu membuat saya gembira dan damai. Saya senang rumah penuh dengan anggota keluarga besar. Kesempatan seperti ini jarang sekali terjadi. Kami semua tidak selalu bercakap-cakap. Namun, keberadaan mereka semua di rumah memberikan suasana damai, gembira, dan aman di hari raya ini. Mengenai ketakutan akan pekerjaan, saya mendapat masukan dan dukungan dari budhe dan yang lain; yang intinya ialah supaya saya tetap bertahan dan menekuni pekerjaan ini.

Oni Ke Blitar!

Salah satu anggapan yang salah tentang kehidupan setelah lulus kuliah:
Kau akan mendapatkan banyak teman baru dan teman baik!
Salah!
Saya menyetujui pernyataan diatas. Setelah lulus, saya memang tidak terlibat berbagai komunitas atau organisasi, namun sering berinteraksi dengan banyak orang dan mendapatkan banyak teman baru setiapkali menjalani tes-tes di perusahaan-perusahaan ataupun di acara-acara. Namun, sekian lamanya waktu tidak bertemu dengan kawan-kawan semasa kuliah membuat saya merasa terpencil, terisolasi. Ingin rasanya berkumpul dengan teman-teman kuliah dulu, atau sahabat semasa SMA. Jadi kesempatan sekecil apapun sungguh sangat berharga, seperti kemarin lusa saya dapat berjumpa dengan Oni, kawan baik saya yang kebetulan sedang bersilaturahmi dengan saudaranya di Blitar. Itu hanyalah perjumpaan singkat dan sederhana, namun membuat pikiran kembali positif dan terhibur (setelah merasa terisolasi, dan jatuh bangun sendiri serta jauh dari kawan-kawan dekat dan seperjuangan di masa kuliah dahulu). Senang mendapati diri sendiri dapat berjumpa lagi dan bercakap-cakap dengan kawan baik. Sungguh suatu hal yang jarang dapat terwujud; perjumpaan berarti dan meneguhkan semangat hidup!

Padatnya Agenda

Lama hidup di desa membuat saya terbiasa dengan jadwal lebaran yang selalu padat dari tahun ke tahun. Orang-orang disini selalu melakukan silaturahmi dengan sanak saudara (baik saudara dekat maupun jauh), lalu kepada para orang tua (saudara/i kakek/nenek), para tetangga (satu desa), dan teman-teman dekat. Orang mengenal istilah “kemput” atau komplit, yang berarti sudah bersilaturahmi dengan semua sanak saudara, para orang tua, dan tetangga satu desa (semua rumah di desa). Jadi meskipun sudah lebaran hari ke 5 atau 6, atau bahkan setelahnya, di desa masih ramai dengan lalu-lalang orang-orang badan, atau bersilaturahmi. Di hari ke 5 lebaran ini, keluarga saya masih belum kemput, masih akan dilanjutkan lagi besok karena sudah larut namun masih banyak tetangga lain yang masih belum kami kunjungi. Lebaran yang padat dengan silaturahmi seperti ini ialah yang saya rindukan setiapkali hari raya Idul Fitri. Saya senang dan gembira dengan kesempatan berharga ini. Ada banyak berkah yang didapatkan, seperti menjaga tali persaudaraan dengan sanak saudara dekat dan jauh, membuat perasaan gembira dan bahagia karena bertemu banyak orang, dan tentu menambah pengalaman dan wawasan (lewat percakapan dalam silaturahmi). Sungguh bulan yang penuh berkah!


Masih Banyak Lagi Hal Berkesan… Namun Saya Sudah Lelah untuk Menceritakannya

Mungkin akan saya tambahkan pada postingan selanjutnya.

Selamat Hari Raya Idul Fitri!
Mohon Maaf  Lahir dan Batin!


Friday, June 16, 2017

Lelahnya Bekerja dan Akhir Pekan Sebagai Manusia

Syukur alhamdulillah saya sekarang sudah diterima bekerja di sebuah bank sebagai staf administrasi. Sudah lebih dari seminggu ini saya bekerja sekaligus training. Saya sangat bersyukur karena setelah sekian lama menganggur saya akhirnya mendapatkan pekerjaan. Pun demikian, saya merasa pekerjaan ini sungguh berat.

Setiap hari jam 07:45 semua karyawan harus berkumpul di kantor. Setelah itu dilakukan briefing dan selanjutnya mulai bekerja. Sebagai staf administrasi, saya harus menunggu laporan dari bagian marketing atau mereka yang bekerja mengurus nasabah. Jadi rata-rata mereka mengirimkan laporannya sore hari padahal jam 19:00 sistem sudah tidak bisa dipakai. Hal ini membuat saya keteteran dan kewalahan terus. Saya bertanggungjawab pada penginputan data untuk dua wilayah marketing; karyawan lama lainnya sudah memegang empat. Namun, meskipun hanya dua, saya sangat kewalahan dan seringkali kacau, apalagi berkas-berkasnya begitu banyak dan saya masih bingung untuk menggolongkannya.

Pikiran saya tertekan setiap hari. Angka-angka membuat saya pusing dan mual di perut. Sebelumnya saya hanya berhadapan dengan kata-kata, namun kini harus mengurus angka-angka. Saya pikir saya masih beradaptasi, namun saya juga merasa tidak mampu dengan banyaknya berkas yang harus saya selesaikan setiap harinya. Pada hari Jum'at kemarin, saya mencapai titik "tidak krasan" karena ada begitu banyak berkas yang belum saya selesaikan dan masih terdapat ketidakcocokan dengan sistem, ditambah komputer yang error setiap kali saya hendak menyelesaikan tugas saya. Saya berdoa dan memohon belas kasih Tuhan. Saya juga mengutarakan rasa keberatan saya pada pekerjaan ini. Setelah beberapa waktu, saya merasakan suatu keajaiban. Seorang senior (di tengah menumpuknya pekerjaannya, menyempatkan) membantu saya dan menunjukkan cara cepat menyelesaikan berkas yang belum fixed. Saya sungguh merasa lega karena sebelumnya saya mual dan pusing, namun setelah itu pikiran menjadi terang kembali. Alhamdulillah! Puji Tuhan!!!!

 Hal lain disamping rumitnya pekerjaan administrasi ialah jam kerja. Setiap hari kerja saya pulang rata-rata jam 8 malam. Jadi selama seharian penuh saya berada di dalam ruangan. Setiap berangkat saya merasa berat. Lampu merah saya harapkan menyala lebih lama. Saya merasa tidak rela meninggalkan dunia luar dan langit yang biru.  Jadi setelah sampai di kantor, saya tidak akan tahu petang atau hari, hujan atau terik. Dunia luar tidak dapat dilihat dari dalam ruangan itu. Jadi, akhir pekan ialah saat yang sangat menggembirakan. Saya bisa menjadi manusia lagi seutuhnya (anggap saja selama weekdays saya menjadi robot atau mesin, hahaha). Saya bisa tidur puas dan bangun agak siang, bisa bermain game, bisa menulis di blog seperti ini lagi, dan bisa melihat langit biru dan alam yang indah ini.

Yeaahhhh! Ini sungguh menggembirakan!!!!!!!!! Syukur kepada Allah!!!!!

Saya lega namun di dalam hati masih merasa gentar. Hari Jumat kemarin memang sedikit terjadi transaksi, jadi laporannya tidak banyak; namun saya sudah sangat kewalahan. Saya masih ragu untuk menghadapi hari Senin-Kamis minggu depan. Namun, untuk saat ini saya percaya pada kekuatan doa, pertolongan rahmat Ilahi yang bekerja dalam setiap kesulitan. Ditambah, dukungan dari keluarga dan teman-teman membuat saya tidak rela apabila menyerah. Jadi hari Senin hingga Kamis minggu depan masih misteri. Namun, dengan pertolongan Tuhan dan sedikit persiapan saya pada hari kemarin, saya optimis bisa mengikuti ritme cepat dan padat minggu depan.

Mungkin ini ironis karena sebelumnya saya posting tentang keinginan untuk berwirausaha. Mimpi itu masih ada sekarang ini. Sementara ini saya melakukan pekerjaan ini untuk menambah pengalaman dan mempersiapkan diri untuk mewujudkan impian sebagai enterpreneur itu (sebut saja modal, mental, dan wawasan, haha).

Demikianlah, kawan! Semoga perjuanganmu juga diberkahi dan lancar !! Aminn

Thursday, May 25, 2017

Gembiranya Hari Itu

Diseret ke Pasuruan
Terik matahari menyengat kulit. Debu membuat keruh pemandangan. Jalanan ramai, padat dengan kendaraan; macet hingga berkilo-kilometer. Jalanan longgar penuh dengan kendaraan berkecepatan tinggi. Sungguh daerah yang keras!

Pada Selasa yang lalu saya interview di satu perusahaan di Pasuruan. Saya berangkat dari Batu pukul 05:00, namun rasanya saya dipaksa motor saya untuk ke pabrik di kota industri itu. Hati saya selalu mengatakan ingin pulang, namun tubuh terpaksa mematuhi jadwal hari itu. Hal ini sama dengan perasaan saya ketika pergi sendirian ke Gresik untuk interview. Rasanya saya tidak nyaman dengan semua itu. Suara di dalam hati saya selalu memanggil saya untuk pulang dan berkarya secara bebas.

Mengapa setiapkali saya tes kerja perasaan ini selalu muncul? Akhir-akhir ini saya mencoba menjawab pertanyaan ini. Mungkin memang saya tidak ingin “ikut orang” dan bekerja secara terjadwal dan rutin hampir setiap hari. Alasan lainnya mungkin saya tidak nyaman dengan pakaian yang saya kenakan. Jujur saja ketika berpakaian rapi menuju tempat perusahaan, saya melihat orang-orang lain yang memakai pakaian casual; mereka yang berada di dalam mobil sambil mendengarkan musik dan santai, mereka yang berjualan di toko kelontong, dan mereka yang sedang pergi piknik dan rekreasi di saat saya pergi wawancara. Lalu saya teringat mas Nanang, tetangga saya yang berwirausaha. Betapa bahagianya orang-orang yang dapat menentukan ritme hidup dan agendanya sendiri secara bebas, demikian pikir saya. Saya iri dengan mereka semua. Tapi saya tetap melanjutkan perjalanan karena badan saya mendominasi pada hari itu. Saya sampai di tempat interview.

Obrolan Tentang Kebebasan
Wirausahawan itu orang yang berbahagia. Mengapa kita hidup? Mengapa kita bersusah-payah mengikuti tes masuk kerja di perusahaan untuk menjadi karyawan outsourcing atau PKWT? Mengapa kita bekerja menukarkan waktu dan tenaga untuk upah yang sama terus? Beberapa orang memang beruntung di BUMN dan instasi pemerintah sebagai PNS. Lalu sisanya (sebagian besar orang) apakah bisa disebut sebagai orang-orang yang tak terpilih? Tentu tidak. Beberapa memilih berwirausaha atau berkarya dengan bakat dan antusiasme tinggi mereka pada bidang tertentu.

Saya mengobrol dengan para pelamar lainnya. Mereka setuju bahwa jaman sekarang memang sulitnya bukan main kalau mencari pekerjaan. Beberapa yang telah berpengalaman bekerja di bank mengatakan bahwa pekerjaan mereka tidak “barokah”. Mereka juga menceritakan bagaimana bank itu bermain-main dengan uang nasabah mereka. Pekerjaan di bank memang menghasilkan uang yang lumayan cukup, namun tidak menjadi berkah apabila diteruskan. Kami lalu berbincang tentang wiraswasta. Kami semua setuju, bahwa ini ialah jalan terbaik yang dapat kami lakukan. Wirausaha yang baik cenderung sehat tanpa memeras dan mempermainkan kepunyaan orang lain, dan lebih “barokah”, dan yang paling penting, tidak pernah akan dituntut untuk “begini” dan “begitu”, melainkan bebas menentukan jam kerja dan liburan. Wirausaha memang jauh lebih menggembirakan, apalagi jika pada bidang yang kita ahli dan kita sukai.  Betapa bahagianya para enterpreneur!!!


Hari yang Menggembirakan
Mungkin semakin saya memaksakan diri, semakin saya sadar bahwa Tuhan memanggil saya untuk berhenti mengejar semua ini dan kembali untuk sesuatu yang lebih berarti.

Hari itu adalah hari menggembirakan karena saya bertemu orang-orang baru; hal ini menambah relasi saya. Tesnya berjalan lancar dan saya berhasil membuat puas HRDnya (hari berikutnya gantian user menjadi tidak puas, haha). Sepulang tes, saya dan dua orang lainnya berbincang-bincang sebentar di sebuah warung. Setelah itu saya kembali ke Malang (melewati kemacetan berkilo-kilometer jauhnya dengan terik matahari dan debu-debu berterbangan, serta kerikil jalanan rusak). Setelah itu saya mampir di rumah Oni. Senang rasanya bisa bertemu lagi dengan teman saya karena selama berminggu-minggu saya tidak menjumpai satupun teman kuliah dan ini membuat saya seperti terisolasi. Oni dan saya memiliki gagasan yang sama tentang kondisi memprihatinkan dunia ini. Perjumpaan dengannya selalu memberikan saya semangat baru.

Dalam perjalanan pulang, saya melamun dan merenung, mencoba memahami hal-hal yang terus mengusik hati saya.


Sekarang saya menyimpulkan bahwa saya sangat ingin berkarya secara mandiri dan bebas. Saya tidak ingin terikat. Saya ingin dekat dengan keluarga dan teman-teman saya. Dekat yang saya maksudkan ialah dekat secara ruang atau waktu. Saya ingin hidup sepenuhnya. Kehidupan yang sederhana namun penuh berkah seperti mas Nanang tetangga saya, itulah yang ingin saya tuju sekarang ini. 

Wednesday, May 10, 2017

Guru Yang Buruk

Selasa, 9 Mei 2017


Sore ini saya menyesal meniinggalkan murid saya. Senin kemarin adalah hari yang panjang dan penuh pergolakan batin sehingga saya lupa tanggungjawab. Murid saya sudah hampir satu bulan ini tidak les dan tidak menghubungi saya. Jadi, saya bersikap pasif dan tidak menanyakan apapun. Namun, siang ini ketika saya tidak di Malang ia menghubungi saya dan perlu les untuk persiapan UAS besok. Saya bingung dan akhirnya meminta bantuan tentor lain yang di Malang. Namun, ketika saya berkata bahwa akan digantikan tentor lain, murid saya mengatakan tidak apa-apa tidak les. Hal ini membuat saya merasa bersalah dan berdosa karena telah meninggalkan tanggungjawab. Perasaan ini melengkapi rasa bersalah yang lebih besar, yakni ketika saya mengajukan pengunduran diri dari tes mengajar yang dilaksanakan besok di SMAK Santa Maria Malang. Saya benar-benar mengacaukan banyak hal dan sangat bersedih karenanya. Memang pada akhirnya ada sesuatu yang dikorbankan. Jikalau saya besok melakukan microteaching, saya mungkin akan mengorbankan suara hati. Untuk pengunduran diri ini, rasa bersalah dan berdosa ialah konsekuensinya, karena saya mengorbankan support budhe saya, keluarga, dan pihak sekolah.

I messed up , again, big time!



Lesu

Senin, 8 Mei 2017

Selama sehari ini saya lesu karena belum bisa memutuskan tentang apakah saya membatalkan tes microteaching itu. Keputusan menjadi pasti di penghujung hari; yang menjadi perubah suasana bagi semua orang. Sebelumnya, saya murung terus dan lesu karena memikirkan hari lusa. Pikiran terbebani terus hingga segala aktivitaspun terasa menyedihkan karena mengingat tes itu. Bukan uji kemampuan yang membuat gentar, namun ketidakcocokan atau kurangnya minat pada mengajar sehingga membuat suatu perasaan terpaksa dalam diri saya. Tidak bisa mengambil keputusan, akhirnya teman-teman dekat menjadi korban si labil ini. Saya sungguh malu sebenarnya karena seharusnya di usia ini sudah tidak lagi bingung akan situasi sulit. Teman-teman lalu memberikan balasan yang meredakan kekacauan pikiran dan menenangkan hati. Sayapun merenungkan semuanya dan menyendiri untuk mendapatkan keputusan. Akhirnya setelah sehari penuh dengan kelesuan, saya memutuskan untuk mengikuti suara hati. “Daripada saya menjalani setengah-setengah sebagai pengajar, lebih baik saya mundur sebelum bergabung,” demikian pikir saya. Namun, suasana menjadi berubah. Sekarang ibu saya menjadi lesu, lalu melihat dari perkataan di Whatsapp, budhe juga sepertinya kecewa pada saya. Lalu, pihak sekolah juga pasti akan sangat kecewa pula. Setelah mengungkapkan keputusan saya ini, ada suatu kelegaan besar. Namun di sisi lain, saya juga bersedih karena ibu dan budhe kecewa. Saya juga turut merasa kasihan pada sekolah yang telah memberi kesempatan. Namun, apabila saya tetap maju mengikuti tes, saya tidak bahagia dan terbebani, serta merasa terpaksa. Akan merugikan orang lain apabila saya tidak sepenuh hati mengajar, terutama murid-murid.


Hari-hari ini memang penuh pergolakan batin. Saya bahkan merasa malu tidak bisa menyikapinya. Bagaimanakah orang seperti saya dapat hidup? Rasa pesimis ini rupanya terus menghantui diri saya. Bagaimanakah pertanyaan ini dapat terjawab? Mari lihat saja bagaimana kedepannya. 

Tuesday, April 25, 2017

TERPURUK MAKIN DALAM

Semalam sebenarnya ialah waktu yang sangat menyenangkan berkumpul dengan kawan-kawan. Biasanya setelah berkumpul saya kembali semangat lagi dan penuh inspirasi. Namun hari ini saya tiba-tiba merasa pesimis lagi. Rasanya seolah-olah ada belenggu hitam diatas kepala saya yang selalu ikut kemana saja saya pergi. Saya sungguh terpuruk dan tidak bersemangat lagi setelah gagal dan gagal lagi dalam setiap tes dalam melamar pekerjaan. Depresi ini sangat awet; saya tidak kunjung bisa keluar dari zona gelap ini. Pikiran seringkali berdebat sendiri. Keramaian dalam kepala kerapkali dipenuhi dengan suara-suara negatif yang membodoh-bodohkan, mengolok, dan mengumpat diri sendiri yang tak pernah pecus dalam hidup ini. 

Disamping keterpurukan ini, dalam hati saya selalu terpikir rumah; selalu ingin untuk pulang ke Blitar dan menjalani kehidupan yang sederhana (simple) disana. Saya mencoba melamar di perusahaan-perusahaan, namun kerapkali merasa tidak nyaman bekerja di lingkungan korporasi, di luar kota jauh dari rumah, berpakaian formal setiap hari, hidup dengan jadwal, dan tampil rapi namun pekerjaannya penuh tekanan sedangkan gajinya tidak begitu mencukupi. Lalu saya juga mencoba ke dunia pendidikan dengan menjadi guru les terlebih dahulu, namun rupanya kini saya lelah dan bosan melakukannya.

Now I'm confused since I feel that I am good at nothing!

Saya sebenarnya ingin sekali menjadi entrepreneur yang bebas berkreasi, menghasilkan uang yang cukup untuk kebutuhan keluarga dan bisa berderma, serta yang tak perlu menukarkan waktu dan tenaga untuk bekerja terus menerus. Saya sudah lama meninggalkan keluarga, kini saya ingin bekerja namun dekat dengan orangtua dan handai taulan saya. 

But how?

Saya masih belum memiliki ide untuk melangkah. Saya berencana untuk berubah dalam waktu dekat ini, keluar dari keterpurukan ini. I want to be a Phoenix rising from the ashes of the world! 

WHAT’S HAPPENING TO ME

Last night we gathered in Rendi’s house as he was going to leave the town in the next day (today). A great time we had there. Yet it might be the last chance to get together like that.


With Rendi leaving this city, it feels different since he has been my great partner in each of our struggle finding a job. Now I am supposed to carry on, but now I feel that I can hardly manage to get out of my depression. I don’t know why this kind of feeling binds me and makes me slumped more terribly. All I want to do is to go home now. Yes, going back to Blitar! But it is not the solution as I will find it more difficult to find a job there. I have no idea how I can get out of this shackle. I need to rise ! 

Friday, March 24, 2017

Menggrebek Manyun

Hari ini kami mengunjungi satu kawan kami yang sudah lama tidak kami jumpai. Tujuannya ialah untuk mendukungnya supaya bersemangat lagi untuk mengerjakan skripsi dan menyelesaikannya. Selain itu, kami juga khawatir kalau kawan ini merasa terpuruk apalagi mengingat kami semua sudah ujian skripsi sedangkan kawan ini belum. Ini hanyalah prasangka kami namun semenjak dahulu kami sebenarnya ingin segera mengunjunginya dan memberi dorongan supaya bergegas melanjutkan skripsi.

Jadi hari ini saya dan ketiga teman saya berada di rumah Manyun selama seharian dan mengobrol seperti biasanya. Sampai pada sorenya ketika hendak pulang, ibunda Manyun membelikan makanan dan camilan untuk kami. Akhirnya kami makan bakso dahulu dan saya sendiri menjadi sungkan merepotkan keluarga Manyun.

Saya rasa hari ini sangat penting dan mungkin membantu Manyun untuk bersemangat lagi. Saya dan kawan-kawan lain merasa bersusah hati pula apabila Manyun tidak segera menyusul kami. Maka harapannya dalam waktu dekat ini kami dapat segera menerima kabar tentang hari sidangnya.

Let us take the leap, brothers!

Ketika Manyun sudah sidang, maka lengkaplah sudah keberhasilan Internet Positif.


It would be great to see one of our best friends take the leap and join us! 

Sunday, March 19, 2017

Keluarga Batch 39 Malang

It feels great to be with them.

Siang ini saya berkesempatan ikut berkumpul di salah satu rumah teman di Batu. Teman teman batch 39, begitu saya menyebutnya karena kami bertemu dan kenal satu sama lain pada waktu training di Telkom Malang. Saya sudah lumayan lama berpisah dengan mereka semua semenjak gugur pada akhir Januari yang lalu. Meskipun masih sering berkomunikasi lewat grup Whatsapp, namun saya tidak pernah lagi berkumpul bersama. Hari ini adalah kesempatan yang sangat menyenangkan bisa bersama mereka lagi, meskipun hanya separuh anggota. Acaranya hanya sederhana, hanya berkumpul dan rujakan bersama. Namun, entah mengapa saya begitu bahagia sepanjang hari ini, bahkan hingga malam ini (jam 09:00) ketika saya membuat tulisan ini. It just feels really really great to be with these guys. I love to be with them! Meskipun tidak lama mengenal satu sama lain, namun kami sangat cocok dan cepat akrab. Saya sungguh bahagia pun juga terharu karena kesempatan yang sungguh berharga dan mengesankan ini.


Kebahagiaan itu sederhana.


Kurangkul semuanya dalam sukacita bersama!

Muncul suatu keinginan kecil untuk memiliki anak seperti ini, haha.
Berbahagialah mereka yang sudah punya anak !


Kesempatan ini mungkin tidak akan datang lagi. Namun saya
orang metal dan selalu optimis. Karena kami sudah satu keluarga,
maka silaturahmi akan terus kami jaga sampai kapanpun.
I feel like there’s Beethoven’s Symphony No. 9 playing in my bosom. Seperti orkestra musik megah nan ceria sedang memenuhi jiwa. Now I feel joyful and passionate, and want to burst like a firework in the night sky. Saya sangat bersyukur atas kegembiraan ini!

Memang selepas lulus dari UM, saya tak lagi berjumpa dengan teman-teman. Dulu, saya juga merasakan kebahagiaan yang sama ketika menjadi bagian dari kelas D di jurusan saya. Menjadi bagian kelas adalah hal yang sangat berarti bagi saya, karena hal itu dapat membuat hati menjadi lebih gembira dan merasa memiliki keluarga, apalagi karena saya sendiri bukan berasal dari kota ini. Jadi dengan perasaan “menjadi bagian dari suatu pertemanan yang kekeluargaan” itu sungguh suatu hal yang menggembirakan.

Oh… saya jadi ingin cepat-cepat berkumpul lagi dengan mereka.

Saya ingin bereuni dengan teman-teman kuliah..

Ingin berkumpul dengan para anggota Internet Positif

Ingin berkumpul dengan Stanlee dan teman-teman alumni seminari

Ingin pulang ke Blitar dan menjumpai handai taulan disana


Sungguh indahnya, bahagianya, dan begitu penuh kegembiraan hidup saya ini dengan kehadiran teman-teman. Terimakasih, teman! Terberkatilah kalian semuanya!